Saturday, December 02, 2006

Pilar-Pilar Budaya Sumbawa

Terbit : PILAR PILAR BUDAYA SUMBAWA


Judul : Pilar pilar Budaya Sumbawa
Penulis : Wahyu Sunan Kalimati
Penerbit : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sumbawa Barat
Cetakan pertama : Nopember 2005
Tebal : 150 halaman
Tiras : 1500 eksemplar

Dalam dunia wisata kita mengenal The Lonely Planet , yang menerbitkan buku panduan dan sering dijadikan buku rujukan bagi wisatawan dunia. Mereka menerbitkan buku saku dalam berbagai bahasa.
Kalau boleh, buku Pilar-pilar Budaya Sumbawa dapatlah nantinya dijadikan buku panduan untuk mengenal Sumbawa. Meskipun dalam bentuk yang sederhana ,Wahyu S.Kalimati memerlukan waktu sebelas tahun untuk mewujudkan buku ini.

Buku Pilar-pilar Sumbawa terbagi atas empat bab, yaitu:
1.Mancawarna –Manusia pemula penghuni Sumbawa dan gelombang suku-suku pendatang .
2.Sumbawa dalam suryakanta: pengertian suku Sumbawa, pernik pernik kebudayaan samawa, akulturasi dalam kebudayaan Sumbawa, pemurnian islam dalam renik kebudayaan.
3.Bianglala Bahasa Sumbawa: leluhur bahasa Sumbawa, bahasa samawa—dialek standar, tugas berat dan elastisitas.
4.Tahta pujangga Sumbawa:melacak satera jontal, proses kreatif pujangga, karya sastra monumental.

Tampilan buku ini cukup bagus, dicetak dengan kertas kualitas bagus dan hard cover. Dicetak sebanyak 1.500 eksemplar oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang baru berusia tiga tahun.
Selanjutnya PT Newmont Nusa Tenggara membantu cetak ulang sebanyak 500 eksemplar untuk dibagi secara cuma-cuma kepada karyawan PT Newmont Nusa Tenggara.

Referensi tentang Sumbawa agak kurang dibanding budaya Jawa dan Bali. Disarankan agar buku ini dicetak dengan tiras lebih banyak, dijual dengan harga tidak terlalu mahal dan dibagi secara cuma-cuma untuk perpustakaan sekolah di Sumbawa. Juga perpustakan media massa di seluruh Indonesia.
Untuk sasaran wisatawan manca negara setidaknya buku ini terbit dalam bahasa inggris.
Mudah ditemukan di toko buku di bandara udara, hotel, restoran siap saji, café, spa dan fasilitas wisata lainnya.




Biografi penulis:
Wahyu Sunan Kalimati terlahir dengan nama Raden Wahyu Wijayanto Adi Susilo Teguh Pangarso, 25 Juli 1968 di Temanggung, Jawa Tengah. Menamatkan pendidikan sampai ke jenjang sarjana (S1) pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di IKIP Semarang, 1991. Merintis karir sebagai Pemandu wisata (tour guide) khusus obyek wisata daerah Yogyakarta, 1989 hingga tamat kuliah. Belajar seni pedalangan di surakarta, 1992 dan memperluas pengetahuan bahasa inggris di Sydney, australia 1993. Tinggal di jakarta dan bekerja pada perusahaan asing sebagai pemandu wisata lintas pulau sumatra, jawa dan bali 1994. Bekerja pada kantor dinas pariwisata kabupaten Sumbawa 1995. Guru SLTP Negeri 2 Plampang dan semenjak 1998 menetap di Taliwang menjadi staf pengajar bidang studi Kesenian dan bahasa indonesia pada SMA Negeri 1 Taliwang, Sumbawa Barat. Menulis puisi dan artikel tentang pendidikan dan kebudayaan dipublikasikan pada media massa daerah. Aktivis beberapa organisasi kepemudaan di Sumbawa Barat.
Alamat kontak:
Wahyu Sunan Kalimati
Jl.Telaga Biru 1 ,Taliwang, Sumbawa Barat 84355
Telp 0372- 81211, HP 081 3395 14117.

Agus Irawan Syahmi: Penyair Sumbawa

Agus Irawan Syahmi: Penyair Sumbawa
TERBIT: ANTOLOGI PUISI MERAH PUTIH CINTAKU

Penerbit : KEMAS SAMAWI (Kerukunan Masyarakat Pecinta Seni Samawa Ano Rawi), Sumbawa Barat
Pengantar : KH Zulkifli Muhadli, SH, MM (rektor Universitas Cordova Indonesia, di Taliwang, Kab.Sumbawa Barat)
Cetakan pertama : Agustus 2006
Tebal : ix + 96 halaman

Merupakan antologi puisi tunggalnya yang kedua setelah Nyanyian Rembulan (2004). Terbagi dalam dua bagian Merah Putih Cintaku (27 puisi) dan bagian kedua dengan Sajak Cinta SMS (56 puisi). Dua puisi diantaranya dalam bahasa daerah Taliwang: Beka Po dan I..Aqu’na,…Bero Mo.
Puisi Beka Po sempat dibacanya dalam Apresiasi Sastra di SMAN Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Kamis, 9 Nopember 2006. Dalam acara yang disponsori oleh PT Newmont Nusa Tenggara tersebut hadir pembicara utama: Max Arifin dan Dinullah Rayes, dengan moderator Wahyu Sunan Kalimati, penulis buku Pilar-pilar Budaya Sumbawa.Dihadapan sekitar 150 undangan, Agus Irawan Syahmi menunjukkan kualitasnya sebagai pembaca puisi yang handal.

Dalam buku ini Agus Irawan Syahmi (AIS) masih berkutat pada persoalan teknis bahasa ucap. Dan belum sepenuhnya berhasil.
Meskipun dengan tema yang sama, kalau boleh membandingkan, puisi-puisi karya Wiji Thukul masih lebih “kena” meskipun dengan bahasa ucap Wiji Thukul yang ‘ala penyair kampung’ itu.
Atau bolehlah menengok puisi Goenawan Mohamad :Zagreb---berbicara tentang tema sosial politik dengan begitu mencekam.
Beberapa puisi dalam buku ini malah terkesan sloganisme.
Kesibukan AIS sebagai politisi muda mungkin membuatnya tak banyak waktu membaca buku untuk menambah referensi dalam eksplorasi bahasa ucap.

Membaca judul antologi puisi Merah Putih Cintaku, spontan saya teringat pada penyanyi Leo Kristi. Lewat syair-syair lagu yang ditulisnya , nasionalisme, hadir dengan roh yang sungguh berbeda.

Namun ada juga puisi yang cukup menarik Menjelang Lebaran: Sehabis lelah mencapai/ Setelah lapar dikenyangkan/ Setelah birahi diragikan/ Setelah malam didirikan/ Setelah qalam dikhatamkan/setelah duka fakir disenyumkan/ Setelah takbir, tahmid dan tasbih dilagukan/Selalu ada yang tergadai dalam sunyi jiwa/ Bila pintu maaf atas lafas-laku kami yang ternoda/Tak tersucikan dari kemuliaan kalbu jamaah seiman/
Perkenankan kami bersama kekasih keindahan surga MU/Taqabalallhu minna wa minkum/

Bagaimanapun kehadiran AIS menambah daftar nama penyair Sumbawa, selain Dinullah Rayes dan Asmi Dewi (karyawati PT Newmont Nusa Tenggara, yang sedang menyiapkan antologi puisi tunggal yang pertama).

Agus Irawan Syahmi, lahir di Tepas-Brang Rea, Kabupaten Sumbawa Barat, 37 tahun lalu. Bapak 3 anak , alumni Universitas Muhammadiyah Mataram..Saat ini menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Sumbawa Barat.
Sebelumnya telah menerbitkan antologi puisi tunggal Nyanyian Rembulan (Lembaga Kebudayaan LONTO ENGAL, Sumbawa, 2004).
Beberapa catatan berkesenian antara lain:
-Pendiri dan pembina Kerukunan Masyarakat Pecinta Seni Samawa Ano Rawi (KEMAS-SAMAWI) Sumbawa Barat
-Elemen Komunitas Sastra Sumbawa Barat
-Tim kreator Lembaga Kebudayaan Lonto Engal, Sumbawa
-Pendiri dan pembina lembaga musik PROGRES RAAW Taliwang, Sumbawa Barat
-Mengikuti Festival Teater Nasional di Solo, 1993 bersama Bengkel Aktor Mataram
-Menjadi sutradara pagelaran sastra Dari Catatan Harian Sahdi untuk Sahdia, karya Max Arifin, pada Festival Teater Kampus di Universitas Mataram, 1992.
-Ketua Bidang Teater SASENTRA Universitas Muhammadiyah Mataram 1990-1993
-Menjadi sutradara pagelaran sastra Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib bersama SASENTRA Universitas Muhammadiyah Mataram, 1993.

Alamat kontak:
Agus Irawan Syahmi,
Jl.Lasap Gang Brang Mate 13, Menala, Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat
Hp 081 339 722 369.

(abdul malik, email:banyumili@telkom.net)

BATU HIJAU,Dulu,Kini dan Esok

TERBIT: BATU HIJAU, DULU, KINI DAN ESOK


Judul : BATU HIJAU,DULU,KINI DAN ESOK
Penulis : Eddy Karna Sinoel
Editor : Eddy Karna Sinoel, Masnun Mas’ud
Fotografer : I Nyoman Budhiana
Periset data : Masnun Mas’ud
Pracetak : Mahirun Mahyun
Tebal : xiv+302 halaman
Penerbit : PT Newmont Nusa Tenggara
Cetakan pertama : 2005


Kata Pengantar

BATU HIJAU DULU,KINI DAN ESOK adalah buku berisi rekam jejak anak negeri dari sudut-sudut desa yang sekarang mulai menggeliat setelah bertahun-tahun lamanya hidup dalam keterbatasan. Ini adalah sebuah catatan perjalanan. Perjalanan menelusuri desa-desa, berdialog dengan petani, nelayan, pengrajin, pengusaha kecil, anak-anak muda penuh kreatif, siswa, guru, dokter serta mereka yang menyintai desa dan masyarakatnya. Ada kilas balik.Dulu, Kini dan Esok. Cerita lama adalah penggalan sejarah lampau. Namun ia menjadi sejarah kini. Dan sejarah kini akan menjadi pula sejarah esok. Itulah yang ingin disampaikan dalam kumpulan rekam jejak dan catatan perjalanan ini. Lihatlah desa-desa itu. Sekongkang Atas, Sekongkang Bawah, Tongo, Aik Kangkung, Tatar serta Goa, Maluk dan Benete.

Kegairahan warga terlihat di sana. Prakarsa anak-anak desa terus tumbuh. Mencoba mengambil peran dalam kehidupan desa. Proses kreatif yang penuh optimisme. Di sepanjang jalan Aik Kangkung menuju Tatar, siswa berseragam nampak bersemangat pergi ke sekolah, sementara seorang dokter di Maluk dengan bangga menyatakan malaria di sini tidak lagi menjadi penyakit yang menakutkan. Ada petani di Benete bercerita tentang keberhasilan menanam bawang merah. Guru di Sekongkang Bawah bertutur tentang prestasi siswa, siswa bicara tentang cita-cita, sementara seorang warga Desa Sekongkang Atas mengisahkan kemajuan koperasinya. Dari Tongo, ada tokoh masyarakat yang bangga dengan kemajuan desanya, sedangkan seorang petani Tatar merasa optimistis dengan potensi gaharunya cukup menjanjikan.

Keberhasilan budidaya System of Rice Intensification (SRI) diceritakan petani dari Aik Kangkung dan Sekongkang Bawah, sedangkan petani di Goa berhasil mengelola bisnis kopra. Lihat pula kisah mahasiswa asal Belo yang mendapat beasiswa atas prestasinya. Inilah wajah lingkar tambang. Secara nyata yang tampak sekarang adalah kegairahan Sekongkang dan menggeliatnya Jereweh, dua kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat yang tengah memacu pertumbuhan dan pemberdayaan warga desa. Inilah rekam jejak yang ingin disampaikan dalam buku ini. Banyak pelajaran bahkan teladan yang bisa dipetik ketika rangkuman data dicari lagnsung ke desa-desa yang kini sedang mengalami perkembangan itu. Suguhan fakta dari sebuah proses pemberdayaan, pengembangan dan pembangunan masyarakat yang tengah terjadi saat ini.

Pada posisi itulah buku BATU HIJAU DULU, KINI DAN ESOK ini disusun. Disusun dari fakta lapangan yang dituangkan dalam kalimat-kalimat bertutur. Tujuannya sederhana, ingin memberikan gambaran utuh dan sesungguhnya dari kehadiran sebuah program besar yang disebut Community Development (ComDev) sebagai prakarsa Newmont Batu Hijau yang dalam putaran waktunya hingga sekarang telah memberi nuansa pertumbuhan dan perkembangan bagi kehidupan di desa-desa lingkar tambang. Dan disadari sepenuhnya bahwa belum semua sisi-sisi kehidupan penduduk desa lingkar tambang terangkum dalam buku ini. Tentu masih ada catatan-catatan keberhasilan dari warga desa lainnya yang belum terangkat. Atau, mungkin juga ada pandangan-pandangan lain yang kebetulan saja berbeda. Biarkanlah warna-warni itu menjadi bagian dari kehidupan. Karena sesungguhnya ia adalah juga sisi lain dari persahabatan.

Buku BATU HIJAU, DULU,KINI DAN ESOK diterbitkan oleh Community Development (ComDev) Newmont Batu Hijau. Apakah ada pesan yang ingin disampaikan? Ada.Hanya sepenggal kalimat,”Bahwa desa tanpa kita sadari banyak memberi pelajaran kehidupan”.

Lingkar Tambang, Agustus 2005
EDDY KARNA SINOEL


EDDY KARNA SINOEL adalah wartawan senior di Nusa Tenggara Barat. Karir jurnalistiknya dirintis di Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA sejak tahun 1990 hingga sekarang.Pendidikan formalnya diselesaikan pada jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Parahyangan Bandung.



Untuk mendapatkan buku ini, silakan menghubungi:
Bapak Kasan Mulyono,
Public Relation Manager
PT Newmont Nusa Tenggara

Site:
Jereweh, Sumbawa Barat, NTB
Telp 0372-635318 ext.46260
Fax 0372-635319 ext 46317

Alamat surat:
Jl.Sriwijaya 258 Mataram NTB
Telp 0370- 636318
Fax 0370- 633349
Email: Kasan.Mulyono@Newmont.com dan ptnnt.public.relation@Newmont.com

Ada Bimbo di HUT Kabupaten Sumbawa Barat

ADA BIMBO DI HUT KABUPATEN SUMBAWA BARAT
Catatan perjalanan oleh abdul malik

Perayaan hari lahir ke 3 Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) nampaknya akan diadakan secara meriah. Kelompok vokal asal Bandung, BIMBO akan menghibur masyarakat Taliwang dan sekitarnya pada Senin, 20 Nopember 2006 di alun-alun KSB di Kecamatan Taliwang.
Sehari sebelumnya akan diadakan pentas kolosal oleh Teater Total dengan tema “Nuansa KSB Bumi Penuh Rahmat Tuhan” di alun-alun KSB pada pukul 20.00 wita.
Mustakim Biawan sutradara pementasan tersebut di rumah makan Totang Rasa, Taliwang, Kamis siang (9/11), mengatakan bahwa nantinya pementasan akan didukung lebih dari 100 seniman KSB dengan mengambil tema sentral “Berbeda Itu Indah”.
Musbiawan, panggilan akrab mantan Kepala Taman Budaya Nusa Tenggara Barat tersebut menjamin bahwa pentas kolosal nantinya bebas dari titipan dan sponsor yang biasa dilakukan pejabat saat menggelar ulang tahun.

Datanglah ke kecamatan Taliwang yang menjadi ibukota KSB. Disana sini akan tampak pembangunan yang pesat dan kadang membuat kita geleng kepala. Jumat siang (10/11) terlihat sejumlah pekerja sedang mengerjakan gedung DPRD yang menelan biaya 7 milyar, sementara jumlah anggota dewan di KSB hanya 20 orang.
Di sudut yang lain gedung kabupaten KSB sedang dikebut termasuk fasilitas helipad. Di seberangnya ada guest house dengan kapasitas 600 kamar.Begitulah geliat Taliwang yang kalau mau jujur diakui karena keberadaan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT).
PT NNT tahun 2005 membayar Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp 9.063.178.522 kepada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Sumbawa Barat. Hal ini diungkapkan Bapak Malik Salim, Senior Manajer Hubungan Eksternal PT NNT, Sabtu malam, (11/11) di Hotel Lombok Raya, Mataram. Di luar kewajiban tersebut , PT NNT setiap tahun juga mengeluarkan sekitar dua puluh miliar rupiah untuk pengembangan masyarakat dan bantuan sosial. (Buletin Suara Batu Hijau, Edisi Masyarakat, No.10/Nopember 2005).

Max Arifin,70, budayawan kelahiran Alas, Sumbawa Besar, menyempatkan diri mengunjungi Taliwang sebagai bagian dari agenda pulang kampung yang disponsori PT Newmont Nusa Tenggara.”Ada banyak perubahan di Taliwang semenjak saya mengajar di SMI (Sekolah Menegah Islam, setingkat SMP) Taliwang sekitar empat puluh tahun lalu.”. Saat mengajar di Taliwang selama tiga tahun tersebut, Pak Max, apnggilan akrabnya mempunyai kelompok musik.”Saya bagian main biola dan gitar”. Salah satu anggotanya yang masih hidup adalah Bapak H.Lalu Muhadli, ayahanda Bupati Taliwang saat ini, K.H.Zulkifli Muhadli, SH, MM.
Tinggal di rumah yang asri di Jl.Mawar, Pak Muhadli menerima kehadiran kami dengan ramah, Jumat (10/11). Setelah makan siang, kami mengunjungi Pondok Pesantren Al Ikhlas di Jl.Pondok Pesantren 112.Di lahan seluas lima hektar dengan pemandangan bukit yang indah berdiri juga Universitas Cordova. Baik Pondok Pesantren maupun Universitas Cordova dikelola oleh Bapak K.H.Zulkifli Muhadli, SH MM.
Sebagai alumni Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo, Pak Zulkifli menerapkan metode pendidikan Ponpes Gontor pada Pondok Pesantren Al Ikhlas yang dikelolanya.
Nama Cordova diambil dari nama sebuah kota di Spanyol yang pernah menjadi pusat kejayaan peradaban Islam dan pengembangan iptek pada abad X-XI. Diharapkan nama Cordova dapat menjadi sugesti dan pemompa semangat perjuangan bagi pimpinan dan staf Undova dalam memberikan pelayanan jasa pendidikan tinggi kepada masyarakat.
Undova pada tahun ajaran 2005/2006 memiliki 214 mahasiswa yang tersebar pada 5 Program studi yaitu: Ekonomi Islam, Teknik Informatika, Teknik Pertambangan, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Bahasa Inggris dan Ilmu administrasi Pemerintahan.
Saya teringat kepada Bapak Machmoed Zain, mantan Bupati Mojokerto di Jawa Timur, yang begitu mengagumi kejayaan Majapahit , sehingga nama universitas yang didirikan saat masih menjabat sebagai bupati pun mencantumkan Majapahit: Universitas Islam Majapahit (UNIM). Sampai hari ini masih berdiri cukup megah di Jl.Raya Jabon Kabupaten Mojokerto, dengan arsitektur bernuansa Majapahit.

Di ruang tamu yang semilir oleh angin ,siang itu Ibu Bupati didampingi putra sulung dan salah satu kerabat, menerima kedatangan Pak Max Arifin dan tim, sementara Bapak Bupati sedang berada di Jakarta untuk tugas kedinasan.
Selanjutnya Pak Max menceritakan tentang bagaimana ‘menemukan’ salah satu sahabat lamanya, H.Lalu Muhadli.”Saat itu saya sedang sakit di RS SidoWaras, Bangsal, Kabupaten Mojokerto. Ada anak muda yang mengenalkan diri bahwa istrinya berasal dari Sumbawa, dan memiliki nomor telepon H.Lalu Muhadli.”. Begitu gembiranya, dari kamar RS Sido Waras, Pak Max langsung mengontak sahabat lamanya lewat ponsel. Dan kontak selanjutnya berlangsung sampai hari ini.

Pak Max menyerahkan cinderamata perahu Majapahit yang dimasukkan dalam botol dengan tulisan berupa lawas :Kudatang jango desa/Nonda kaling kubawa/Salamat gama parana/, dua buku terjemahan Pak Max masing-masing My Life in Art karya Konstantin Stanislavsky, Ledakan dan Bom- biografi Antonin Artaud dan buku Kabupaten Mojokerto Menuju Masa Depan, yang diterima Ibu Bupati.
Sementara Ibu Bupati menyerahkan sebotol madu khas Sumbawa.

Menjelang pukul tiga sore, Pak Max dan tim pamit dan melanjutkan perjalanan kembali ke Hotel Trophy di Maluk.



Salah satu ‘hadiah’ bagi ulang tahun Kabupaten Sumbawa Barat yang ke 3 tanggal 20 Nopember 2006 adalah perubahan status desa Maluk yang berpenduduk tujuh ribu jiwa menjadi kecamatan.
Dalam beberapa kesempatan, saya mendengar tentang berita korupsi, ijazah SD Bupati Taliwang yang dipertanyakan keabsahannya, rencana Bupati menggelar seribu spanduk untuk masuk MURI dengan tulisan yang provokativ “Mari kita rebut tiga persen saham PT Newmnont untuk KSB”, dana lima ratus juta yang digulirkan PT Newmont Nusa Tenggara kepada Pemkab KSB untuk proyek jalan menguap tanpa realisasi kongkrit.
Kembali saya teringat kepada sahabat email saya: Arif Hidayat. Pemuda kelahiran Alas, Sumbawa Besar tersebut adalah redaksi Sumbawanews, dan saat ini menjadi ketua panitia Hari Anti Korupsi Sedunia 9 Desember nanti.Dalam salah satu kesempatan dari Hotel Trophy di Maluk, Rabu (8/11) saya sempat bertanya via ponsel kenapa tidak membuat liputan khusus berkaitan isu korupsi yang begitu santer di KSB.
“Tak ada informasi dan data yang masuk,” kata Arif yang juga aktif dalam Masyarakat Transparansi Indonesia dan Tiga Pilar Kemitraan..Rasanya benar juga informasi dari sebuah lembaga dunia yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara terkorup di dunia. Bahkan penyair Taufiq Ismail memberi judul antologi puisinya :Malu Aku Jadi Orang Indonesia………………………………………………………………..

(abdul malik, email:banyumili@telkom.net)

Surat Dari Seberang 2 (Max Arifin)

SURAT DARI SEBERANG.

Ngunglu ayam ling Samawa
Samung ling sanak do tokal
Mole tu sakompal ate.



Ecun,

Bulan lalu aku diundang oleh PT Newmont Nusa Tenggara. Undangan untuk pulang kampung, atau dalam bahasa “tau Samawa” “mole jango desa”; karena sesungguhnya sudah 65 tahun aku tidak pernah melihat daerah yang sekarang disebut Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) itu. Sayup-sayup terngiang-ngiang sepotong lawas Samawa yang dibawakan oleh seoramg pemuda yang kesepian yang sedang menjaga padinya di sawah pada malam hari. Rindu pada wajah kekasih yang lama tidak bersua karena pekerjaan yang mendera badan……..kudatang jango desa, nonda kaleng kubawa, selamat gama parana.
Di samping aku dan istriku ikut pula sdr. Abdul Malik dan Novarita teman-teman baikku yang selama ini membantu aku dalam berbagai hal dan pekerjaanku.. Aku banyak melihat dan berbicara dengan beberapa orang staf dan karyawan PT Newmont.
Ecun,
Waktu terasa berjalan cepat sekarang ini, karena di sana orang-orang berbicara dan berdiskusi tentang perencanaan masa depan. Waktu tidak beku atau membatu seperti terdapat dalam otak orang-orang yang berpikir tradisional. Empat puluh tahun yang lalu, kita bisa mengatakan waktu itu malah tidak ada. Apapun jenisnya, perencanaan berarti suatu antisipasi keadaan masa depan. Penegasan visi tentang masa depan pada saat ini adalah bertujuan untuk memotivasi, membimbing dan mengarahkan tindakan sekareang---suatu masa depan yang berbeda dengan masa sekarang, namun penuh dengan agen dan kontra agen, objek-objek yang perlu dihindari, objek-objek yang perlu dicakup, sarana untuk memungkinkan penghindaran, kekuatan yang saling berkaitan, manusiawi dan yang non manusiawi, lunak, bermusuhan atau netral.
Manusia terkondisi untuk berubah dan membuat perencanaan menjadi penting dan perlu bagi diri mereka untuk memilih dan bertindak karena kebutuhan dalam medium sejarah. Namun karena masa depan itu akan berbeda dengan masa seakarang, maka manusia tidak mengetahui seberapa jauh mempercayai antisipasinya yang sekarang mengenai masa depan itu dalam rangka menyiapkan diri untuk menghadapi dan menanggulanginya.. Seperti dikatakan oleh Warren G.Bennis, dan kawan-kawan, dalam bukunya, The Planning of Change (Rinehart & Winston, Inc. 1985) semua perencanaan manusia adalah perencanaan perubahan dan memerlukan pertimbangan mengenai keseimbangan yang layak antara investasi energi dan sumberdaya untuk mengejar atau menghindari akibat yang dapat kita antisipasi sekarang., suatu masa depan yang kurang lebih akan menimbulkan keterkejutan, karena sistem sosial yang selama ini kita hadaapi adalah bersifat evolusioner.
Manusia modern dikhianati oleh arah tradisi, Ecun. Mereka menghadapi sekaligus harapan dan ketakutan akan masa depan yang belum diketahui secara langsung karena kehilangan kepercayaan pada pedoman dari kebiasaan dan kebijaksanaan tradisional. Kita kadang-kadang menjadi gamang, bergerak antara harapan dan ketakutan. Kukira itulah sebenarnya yang dimaksud oleh Pak Basar, seorang staf Comdev ketika mengantar kami berkeliling ke desa-desa sampai ke Tatar. Pak Basar menyebut-nyebut tentang mentalitas dan peri laku. Kompas (30 November 2006) mengutip ceramah Prof. Michael Porter dalam sebuah seminar di Jakarta. Profesor itu bertanya, lalu kenapa Indonesia tetap stagnan? Dia jawab sendiri, “Saya pikir penyebabnya sebagian adalah masalah mentalitas dan perilaku” dan dia meminta agar pola berpikir kita diubah. Hal serupa sedikit banyak disebut-sebut pula oleh Bapak Malik Salim, Asisten Senior Manager External Relation PT Newmont dalam diskusi kecil dengan beliau di Hotel Lombok Raya, Mataram. Masyarakat sedang mengalami perubahan secara drastis dan dunia kini dibayangi oleh perubahan ke arah masyarakat informasi. Dalam waktu dekat kita akan memasuki suatu dunia yang benar-benar baru. Di dalam dunia yang baru ini kesatuan pengetahuan, sifat komunikasi manusia, tatanan masyarakat, tatanan gagasan dan gagasan yang sesungguhnya mengenai masyaraakat dan kebudayaan mengalami perubahan dan tidak akan kembali seperti semula. Dunia baru yang kita hadapi adalah dunia “jungkir-balik” nilai-nilai yang akan melahirkan kegamangan di sebagian besar anggota masyarakat; terjadinya pembubaran dan perubahan wewenang secara besar-besaran dalam keyakinan, dalam ritual dan dalam tata-tertib duniawi. Namun inilah dunia yang kita diami. Suka atau tidak suka. Pak Basar dan Pak Malik Salim tentu mengalami dan menghadapi kesulitan-kesulitan; banyak kesulitan. Kesulitan-kesulitan ini barangkali berasal dari perkembangan dalam pemahaman, dalam ketrampilan, bahkan dalam keluasaan.
Ecun,
Sebuah masyarakat atau individu yang “well-informed” atau tercerahkan akan mudah berubah atau beradaptasi dengan gagasan-gagasan atau ide-ide baru. Bukan dalam arti menerima begitu saja, tetapi (yang kita kehendaki) adalah terjadinya proses analisis dan internalisasi pada dirinya. Distorsi informasi---apalagi kalau disengaja atau memanipulasi informasi---akan bisa menimbulkan hal-hal yang fatal. Seperti yang terjadi di daerah-daerah dan tawuran antar kelompok. “Proses tentang informasi” adalah penting, karena dengan proses itu kita berusaha memberikan pada masyarakat kita tentang wawasan tentang apa yang sedang berlangsung di sekitar kita, di dalam diri kita dan antara diri kita dan orang lain. Selama ini barangkali saja ada yang salah. Kita haruslah berpendapat bahwa informasi diperlakukan sebagai isi dalam lingkungan yang mempunyai potensi untuk mengubah proses, strategi dan rencana sistem yang dibuat dengan sengaja (by designed). Bisa saja pemecahan masalah oleh Comdev akan menimbulkan masalah baru (yang tidak diramalkan). Mungkin kita tidak pernah dapat mengambil langkah yang akibatnya memang kita maksudkan. Mungkin pula selama penelitian Comdev sering menemukan tujuan baru yang dipertaruhkan dalam tindakan kita yang berada di luar batas tujuan kita sendiri. Dengan de mikian secara metafora---maaf pada Pak Basar--- langkah perencanaan dan tanggapan pihak yang direncanakan (rakyat Sekongkang dan Jereweh khususnya dan KSB umumnya) dapat dilihat sebagai suatu percakapan. Namun konteks perencanaan adalah konteks di mana perencanaan dan pihak yang direncanakan mungkion benar-benar berbicara satu-sama-lain (berkomunikasi atau bermiskomunikasi), sebagaimana mungkin terjadi tentang makna yang telah mereka bentuk atau sepakati, baik untuk langkah mereka sendiri maupun untuk langkah pihak lain.
Ecun,
,PT Newmont ini tentu mempergunakan perencanaan modern. Secara sepintas aku dapat melihat dan merasakan “aura” rasional-komprehensif yang berada di dalam konteks kesadaran objektif: suatu keadaan kesadaran yang dibersihkan dari semua penyimpangan subjektif dan semua keterlibatan atau kesalahan pribadi. Perencanaan seperti ini terasa elitis dan cenderung sentralistis yang benar-benar menutup semua kemungkinan untuk perubahan sosial kecuali yang sudah diprogramkan sebelumnya. Sejarah mengajarkan kita, bahwa perubahan penting selalu unik, tidak dapat diramalkan dan tidak dapat diulang. Kita orang-orang modern sering tidak sabaran dengan mengatakan perubahan adalah sebuah proses yang tidak ada akhirnya. Aku akan mengatakan pada manusia modern, bahwa sumber perubahan sosial kreatif itulah yang tidak dapat diperhitungkan. Atau seperti yang ditulis oleh dua orang dramawan Inggris, Richard Edmund dan Nigel Hughes yang mengunjungi jantung Kalimantan sampai ke Longpahangan: “ Usaha kami bukanlah memaksakan metode dan nilai-nilai kami, tetapi sebaliknya adalah belajar dari mereka dan mengembangkan ideologi kaya, kesenian dan kreativitas mereka sendiri yang telah dihancurkan dan dipinggirkan oleh pengaruh-pengaruh dari luar, terutama oleh bangsanya sendiri” (Rainforest Quest/Trees of Paradise,Green ress, 1991: 169). Lebih jauh dua orang dramawan ini menulis di sana: “Rakyat di sana bukan cuma contoh dari kebudayaan yang sudah tua, tetapi mereka adalah penjaga-penjaga, guardians misteri yang ada di daerah mereka, walau sebagai penjaga mereka tidak punya konsep tentang bahaya besar yang mengintai mereka, bahaya yang mengancam ‘the core of their existence’ , the mystery itself” (hal 278).
Ecun,
Di sinilah kayaknya ada pemahaman yang saling bertentangan tentang apa kebudayaan itu. Bagi kita orang-orang modern---aku, Pak Malik Salim, Pak Basar, Pak Kasan Mulyono, Pak Zambani, Pak Jarot, dan lain-lain---tidaklah memandang kerbudayaan---tradisi, perilaku, adat-istiadat, dan lain-lain---sebagai suatu heritage, suatu warisan yang sebagaimana dipahami oleh masyarakat setempat, masyarakat lingkar tambang atau KSB umumnya. Bagi mereka heritage adalah pedoman-hidup, pedoman dalam bertingkah-laku dan berperilaku dan bersikap serta alat-perekat anggota masyarakat. Lawas, sakeco, badede, langko, dan lain-lain harus dilestarikan. Bagi mereka kebudayaan adalah terdiri atas kebudayaan-kebudayaan yang sudah lama ada yang saling berdamai satu sama lain. Tetapi bagi kita---manusia-manusia modern yang dikhianati oleh tradisi itu---kebudayaan kita pahami sebagai fragmen-fragmen masa lalu yang saling tak terdamaikan, bukan penemuan tetapi warisan yang bermetamorposes, melalui kreativitas budi dan akal manusia. Masa lalun itu adalah sesuatu yang harus ditaklukkan dan dianeksasi dan adalah dalam diri kita---manusia-manusioa modern itu---di mana dialog-dialog besar dengan kebudayaan=kebudayaan kebesarabn masa lalu itu menjadi hidup. Dengan demikian---terutama dengan hormat pada Bapak Malik Salim---kebudayaan itu menjadi kompendium dan menyokong kebesaran Manusia (manusia dengan huruf besar M) dan membuat mereka memiliki dan banggga akan harkat mereka sebagai manusia. Lewat kebudayaan, terutama seni kita ---seni modern dan seni tradisional---kita mencoba menolak takdir kita. “All art is a revolt agaisnt man’s fate”, kata Andre Malraux dalam bukunya The Voices of Silence (Granada Publishing House, 1974: 639)
Ecun,
Aku dan teman-teman timku telah melihat geliat Jereweh. Gairah Sakongkang, Magnet Maluk dan Benete, Harapan Belo. Kegigihan Goa. Kiprah Beru. Optimisme Tongo dan Tatar----terima kasih lagi pada Pak Basar----. Mungkin apa yang kami lihat adalah secara fisik saja, tetapi kami berharap adalah pula geliat itu dalam bentuk mental dan peri laku.
Terakhir aku ingin mengucapkan terima kasih pada dua orang siswa SMA Negeri Jereweh, Pipin Riyanto dan Fitri yang telah menelpon aku menanyakan masalah kreativitas dalam penulisan. Semoga kalian kelak menjadi penulis-penulis yang handal.


Kepada seluruh masyarakat lingkar tambang, kami mengucapkan”
No soda su ku ko sia
Ko paranaku baesi
Ling genras ku sayang sia..

Salam hormat,

Max Arifin.
Jl.Bola Voli Blok E 33
Perum Griya Japan Raya,Sooko,
Kabupaten Mojokerto 61361
Jawa Timur
Telp 0321-326915
HP 085 2300 39 807
Email: daxxenos2@yahoo.com