Saturday, March 25, 2006

OCTAVIO PAZ: THE OTHER VOICE

Pengantar:
Berikut adalah terjemahan buku karya OCTAVIO PAZ berjudul THE OTHER VOICE, Essays on Modern Poetry [Harcourt Brace Jovanovich Inc,1991].Dalam terjemahan inggris oleh Helen Lane. Terjemahan bahasa indonesia oleh MAX ARIFIN, penyunting oleh HALIM HD.Belum diterbitkan sebagai buku.
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Bapak MAX ARIFIN, Jl.Bola Volley Blok E 33 Perum Griya Japan Raya, Sooko, Kabupaten Mojokerto 61361 Jawa Timur. telp 0321- 326915 , Hp 085 2300 39807, email: daxxenos2@yahoo.com.[***]


CATATAN
[Dari sampul buku 'The Other Voice"]

Dalam tujuh buah esei yang indah dan cerdas yang membentang melampaui abad- abad dan wilayah kesusastraan, Octavio Paz, pemenang Hadaiah nobel Kesusastraan tahun 1990 ini mengupas dengan cara yang mendalam, dan menceriterakan kepada kita bagaimana puisi modern itu muncul, mencatat hal-hal apa saja yang membuat puisi itu modern, dan berspekulasi tentang apa saja yang terjadi terhadap puisi modern itu pada masa sekarang dan yang akan datang.
Pengantar:
Berikut adalah terjemahan buku My Life in Art karya Konstantin Stanislavsky [Foreign Languages Publishing House,Moscow].Diterjemahkan dari bahasa inggris oleh Max Arifin.Belum diterbitkan sebagai buku.Informasi lebih lengkap tentang terjemahan buku ini, silakan menghubungi:Max Arifin [70 tahun],Jl.Bola Volley Blok E 33, Perum Griya Japan Raya,Sooko,kabupaten Mojokerto 61361 jawa timur. Telp 0321- 326915 , hp 085 230039807, email: daxxenos2@yahoo.com.[***]


4.BILA ANDA MELAKONKAN ORANG JAHAT,CARILAH DI MANA KEBAIKANNYA
Lakon The Usurpers of the Law

Masyarakat Sastra dan Seni –selanjutnya kita sebut Masyarakat saja—ternyata mengalami kegagalan dalam bidang keuangan justru pada tahun pertamanya, namun hal itu tak menggoyahkan kepercayaan kami yang pada akhirnya toh berhasil.

Di awal-awal dari masa kedua terjadi perubahan-perubahan yang berarti. Persaingan yang ada dalam sekolah drama dan opera dan antara para sutradara—Fedotov dan Komissarzhevsky—memunculkan ketidaksetujuan-ketidaksetujuan dan secara material keseluruhan beban itu jatuh ke pundakku. Tambahan lagi pertemuan-pertemuan malam keluarga lama-lama mengalami kebosanan.

Para aktor bilang:”Kami sudah lelah bermain di teater’.Yang lainnya :”Kami lelah melukis di rumah”. Atau yang lainnya:”kami lebih senang bermain kartu pada malam hari dan di sini tak ada kartu untuk bermain. Lalu, club macam apa ini?”

Para seniman itu tidak mau melukis tanpa kartu, penari tak mau menari, penyanyi tak mau menyanyi. Kehancuran club itu dipercepat lagi oleh suatu konflik setelah seniman meninggalkan Masyarakat yang diikuti oleh banyak aktor. Yang tinggal adalah departemen drama dan sekolah drama-opera.

Masa kedua bagi Masyarakat Seni dan Sastra [1889-90] dibuka dengan produksi The Usurpers of the Law karya Pisemsky. Aku memerankan peranan Emperor Paul I, seorang jenderal. Lakon ini ditulis dengan baik sekali tetapi dalam kesulitan bahasa dari sebuah epos. Jendral Imshin pergi berperang meninggalkan istrinya yang masih muda—anak seorang bangsawan yang jatuh bangkrut—kepada saudaranya yang berperangai Don Juan, Pangeran Sergey. Wanita muda itu mencintai seorang opsir pengawal yang tampan dan ketika Pangeran Sergey secara tidak sengaja mengetahui mereka, ia memutuskan untuk mengancam wanita itu untuk membuka pada umum masalah itu atau menyerahkan diri padanya.

Tetapi sang jenderal tampaknya mencium adanya bahaya; dengan tak terduga ia pulang, berjalan tanpa dilihat ke ruang perpustakaan lewat kebun dan mengamati segala sesuatu, baik penghianatan yang dilakukan oleh saudaranya maupun ketidaksetiaan istrinya. Opsir muda itu datang untuk melihat kekasihnya dan berhadapan dengan sang suami yang sudah tua itu. Adegan tersebut, di mana jenral itu bermain dengan istrinya seperti seekor kucing dengan seekor tikus tampak benar-benar mempunyai kekuatan. Ia mengunci keduanya di atas loteng dan di sana dengan seorang pelawak yang bertindak sebagai hakim, jenderal itu memimpin peradilan, menghukum kedua kekasih itu dengan hukuman seumur hidup.Berhari-hari jendral itu duduk-duduk di jendela penjara di mana istrinya dihukum, dirobek-robek rasa kasihan dan iri hati.

Sementara itu ayah istrinya, seorang perwira pemabuk dengan awajah jendral besar Rusia Suvorov mengumpulkan pengikut-pengikutnya dan menyerang penjara itu untuk membebaskan putrinya. Terjadi pertempuran sesungguhnya di atas pentas. Para penyerang memanjat pagar-pagar, mendobrak loteng dan membebaskan para napi. Sang jendral dengan cepat mengumpulkan teman-temannya dan melakukan serangan balik. Para penyerang mundur, tetapi Imshin luka parah. Sebelum mati ia memberikan istrunya pada Rykov, sang perwira muda itu. Lakon tersebut, sebuah tragedi sejati di awalnya melorot menjadi sebuah melodrama menuju akhir.

Banyak yang kutemukan sebelumnya kugunakan pada tulisan ini:restraint—pengekangan, pengendalian--,concealing—menyembunyikan—dari perasaan iri hati batiniah—inner jealousy—di bawah topeng ketenangan lahiriah yang begitu membakar tempramen dalam peran Anany, mimetics [peniruan] dan the play of the eyes [sesuatu yang datang sendiri ketika terjadinya anarki pada urat-urat atau otot-otot menghilang dengan] revelations yang sepenuhnya bersifat spiritual dari jiwa pada saat tekanan itu meninggi dan metode-metode my old man dari lakon The Miser Knight. Adalah benar bila dikatakan terdapat batu-batu karang yang berbahaya, seperti sepatu lars tinggi, pedang, kata-kata dan perasaan cinta kasih dan jika bukan puisi [verse] adalah bahasa yang angkuh yang ada dalam epos, tetapi Imshin bukanlah orang rusia untuk merasa takut terhadap orang Spanyol yang ada dalam diriku. Dan cintanya tidak muda lagi tapi sudah tua dan bersifat karakteristik tinimbang romantik.

Orang-orang mengatakan, bahwa aku telah menciptakan suatu imagi yang bertentangan dengan diriku, tetapi aku tidak tahu bagaimana. Teknik aktingku mendorong aku ke kebenaran dan kebenaran merupakan stimulan terbaik bagi emosi, inkarnasi, imajinasi dan kreativitas. Itu adalah pertama kalinya aku tidak menerima siapapun dan aku merasa baik-baik saja di atas pentas.

Cuma ada satu hal yang tepat untuk itu yang kutemukan dalam gaya berikut ini.

Latihan untuk lakon The Usurpers of the Law bertepatan dengan [latihan] lakon lainnya di mana aku tidak mengambil bagian tetapi aku datang melihatnya bila aku mempunyai waktu senggang. Sering pendapatku diminta atau ditanya tentang sesuatu. Kata-kata yang baik dan benar muncul bukan ketika anda mau mengatakan tentang mereka, ketika mereka menjadi perlu bagi diri mereka sendiri. Sebagai contoh, aku tidak dapat berfilsafat, berpikir dan menciptakan aphorisme bila aku sendirian.Tapi bila aku menjelaskan pikiran-pikiranku kepada orang lain, maka di sana diperlukan logika untuk argumentasiku dan aphorisme-aphorisme muncul sendiri. Dan itulah yang terjadi pada waktu ini. Apa yang terjadi di pentas adalah lebih baik dilihat dari auditorium daripada dari pentas itu sendiri. Melihat dari auditorium seketika aku bisa melihat kesalahan-kesalahan yang terjadi di pentas dan mulai menjelaskan pada teman-temanku.

“Lihatlah ke mari”,kataku pada salah seorang dari mereka,”kau memerankan seseorang yang sedih tanpa alasan; kau merengek sepanjang waktu dan kau risau, tampaknya, bahwa kau tidak tampak seperti seorang yang sedih-tanpa alasan itu. Tapi kenapa risau soal itu ketika pengarangnya sendiri sudah menaruh perhatian terhadap hal itu. Hasilnya adalah seperti kau melukis sebuah gambar cuma dengan satu warna dan warna hitam Cuma menjadi hitam ketika beberapa [warna] putih dimasukkan untuk menimbulkan kontras. Jadi masukkanlah sedikit warna putih seperti beberapa warna yang terdapat pada pelangi ke dalam peranmu. Akan terdapat kontras, keanekaan dan kebenaran. Jadi bila kau memerankan seorang yang sedih tanpa alasan [atau yang disebut penyakit-bersedih-hati], carilah di mana ia berbahagia dan bergembiralah. Jadi setelah ini kau terus juga merengek, maka sebentar lagi kau akan bosan. Sebaliknya kemauan keras supaya dilipatgandakan. Tersu menerus dan rengekan yang non stop yang kau lakukan tak tertahankan seperti kita mendapat sakit gigi. Bila kau memerankan orang baik, carilah di mana kejahatannya dan dalam diri orang jahat, carilah di mana kebaikannya.”

Setelah tanpa sengaja mengucapkan aphorisme ini aku sadar bahwa tak ada yang kabur atau samar-samar tentang peran jendral Imshin. Aku telah membuat kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh temanku. Aku memerankan peran orang jahat tetapi tak ada perlunya untuk memperhatikan hal itu, penulisnya sendiri telah memperhatikan hal itu lebih dari cukup.
Apa yang tertinggal padaku adalah untuk melihat dan mencari di mana letak kebaikannya, penderitaan, penuh rasa penyesalan, kasih sayang, kelembutan dan pengorbanan. Dan inilah beban-beban baru pada latihan aktor-aktorku.

Bila anda memerankan seorang jahat, carilah di mana letak kebaikannya.
Bila anda memerankan seorang tua, carilah di mana letak ketuaannya, dan lain-lain.

Makin aku mendapat keuntungan dari penemuan yang baru ini, makin lembut nada umum [general tone] dari lakon The Usurpers of the Law, makin sedikit keluhan tentang beratnya lakon tersebut.

Sepanjang masa kedua itu Msyarakat Seni dan Sastra mengejar garis pertanyaan artistik yang hampir sama dan masalah-masalah teknis seperti yang terdapat pada masa-masa pertama.
Sangat disayangkan bahwa Fedotov tidak meletakkan semangat tua yang sama ke dalam pekerjaannya. Ia merasa tidak puas dengan sesuatu; ia tidak bisa bersama-sama dengan Komissarzhevsky dan kehilangan kepentingan di dalam teater kami.[***]

Wednesday, March 22, 2006

NASKAH TEATER I"SEBUAH SALAH PAHAM"

NASKAH : TEATER I “SEBUAH SALAH PAHAM’’
KARYA : SAMUEL BECKETT
ALIHBAHASA :MAX ARIFIN


Di sudut sebuah jalan.Runtuhan bangunan.
A, buta, duduk di atas bangku dengklik, menggesek biola tuanya. Di sampingnya ada sebuah peti setengah terbuka dan di atas peti ini ada sejenis mangkok.
Dia berhenti menggesek biolanya, memandang ke kanan, mendengar.-

Pause.-

1.A. : Sedekahlah untuk orang tua melarat; sedekahlah untuk orang tua melarat. [Diam.Dia bermain,berhenti lagi, memandang ke kanan, mendengar. B masuk dari kanan di atas kursi roda. Dia berhenti. Tertegun].
Sedekahlah untuk orang tua melarat.
[Pause].-

2.B : Musik ! [Pause].Jadi sama sekali bukan impian.Akhirnya ! juga bukan angan-angan; mereka membisu dan aku membisu di depan mereka.[Dia maju,berhenti,memandang ke dalam mangkok,tanpa emosi].Orang malang!

[Pause].

Sekarang aku bisa kembali,karena misteri itu sudah terungkap .[dia kembali memandang kursi rodanya.Berhenti]. Atau, bagaimana kalau kita bergabung dan hidup bersama,sampai maut datang menjemput.[Pause]. Bagaimana pendapatmu tentang itu,Billy? Boleh aku memanggil kau Billy seperti nama anakku? [Pause].Kau ingin seorang teman, Billy?[Pause] Kau mau makanan kaleng, Billy?

3.A : Makanan dalam kaleng? Makanan apa itu?

4.B : Daging dalam kaleng,Billy; ya, daging dalam kaleng.Cukup untuk menjaga kesehatan badan dan jiwa sampai musim panas. [Pause]. Tidak? [Pause]. Juga ada beberapa buah kentang,Ya,cuma beberapa pon.[Pause] .Kau suka kentang,Billy?
[Pause] .Malah kita bisa membiarkan kentang-kentang itu bertunas kemudian kita menanamnya.Kita bisa mencobanya.[Pause] Aku memiliki tanahnya dan kau bisa menanamnya.[Pause].Tidak?

[Pause]

5.A. : Bagaimana pohon-pohon itu tumbuh?

6.B : Sulit mengatakannya.Seperti kau ketahui, sekarang ini musim dingin.

[Pause]
7.A : Sekarang ini siang atau malam?

8.B : Oh,…[memandang ke langit] sekarang siang, kalau kau mau.Tak ada matahari,tentunya, sebab kalau ada kau tentulah tidak bertanya. [Pause].Dapat kau mengerti apa maksudku? [Pause] Apakah kau masih memiliki kecerdasan tentang dirimu sendiri. Billy, apakah kau memiliki akal budi tentang dirimu ?

9.A : Kalau cahaya,bagaimana. Ada ?

10.B : Ya. [Memandang ke langit lagi]. Ya,cahaya. Tak ada kata yang tepat untuk itu. [Pause]. Boleh aku menjelaskannya padamu ? [Pause]. Boleh aku mencoba memberikan sebuah gagasan tentang cahaya ini ?

11.A : Bagiku, kadang-kadang bila aku menghabiskan waktuku di sini di waktu malam, itu berarti memainkan biola tua ini atau mendengar, mengawasi ada orang datang. Aku biasa merasakan bagaimana senja menjelang dan mempersiapkan diri. Aku menyisihkan biola dan mangkok dan berdiri bila ia menuntun aku.

[Pause].-

12.B : Dia ? Dia siapa ?

13.A : Dia istriku. [Pause] Seorang wanita. [Pause]. Tapi sekarang……….[Pause]

14.B : Sekarang ?

15.A : Kapan aku keluar, aku tidak tahu; dan kapan aku tiba di sini aku tidak tahu dan selama aku berada di sini aku tidak tahu, apakah siang atau malam.

16.B : Kau tidak selalu seperti dirimu. Apa yang menguasai kau ? Perempuan?Judi? Atau Tuhan ?

17.A : Aku akan selamanya seperti diriku.

18.B : Mari !

19.A : [Marah]. Aku akan selamanya seperti diriku,dicekam kegelapan sambil menggesek biola yang menghasilkan nada-nada sumbang menuju ke empat penjuru angin.

20.B : [Marah]. Kita mempunyai istri, bukan? Istrimu akan menuntun kau dan istriku akan mendorong kursi roda ini ke luar di waktu malam dan pulang lagi di waktu pagi dan mendorong aku sejauh mungkin bila aku bingung.

21.A : Kau pincang ? [Tanpa emosi] Mahluk yang malang !

22.B : Cuma satu masalah: kalau putar ke kanan. Bila tak ada masalah yang satu ini, kupikir aku akan bisa mengelilingi dunia ini dengan cepat. Sampai pada suatu hari ketika aku menyadari aku bisa pulang. [Pause]. Umpama begini. Aku berada di A [ Ia mendorong dirinya sedikit ke depan lalu berhenti]. Aku bergerak ke B [Ia mendorong dirinya ke belakang sedikit, berhenti]. Dan aku kembali lagi ke A [dengan penuh kesulitan]. Garis lurus ! Ruang kosong ! [Pause]. Bisa aku mulai menggerakkan kau ?

23.A : Kadang-kadang aku mendengar langkah-langkah orang mendekat. Atau suara-suara. Aku bilang pada diriku, mereka itu sedang berjalan pulang, beberapa orang memang berjalan pulang, mencoba dan memulai lagi atau sedang mencari seseorang yang mereka tinggalkan di belakang.

24.B : Kembali! [Pause] Siapa yang mau kembali ke mari ? [Pause] Padahal kau tidak pernah menyeru ! [ Pause] Berteriaklah ! [Pause]. Tidak ?

25.A : Apakah kau mengamati sesuatu yang tidak ada?

26.B : Oh, aku? Mengamati sesuatu ? Kau tahu, aku duduk di sana, tergeletak di atas kursi, di kegelapan selama 23 jam dalam sehari. [Marah] Apa yang harus kuamati ? [Pause]. Kau pikir kita akan mengadakan semacam perlombaan setelah kau mulai mengenal aku, he ?

27.A : Kau bilang tadi daging dalam kaleng ?

28.B : Tepat.Bagaimana kau hidup selama ini? Kau tentulah kelaparan.

29.A. : Di mana mana banyak terdapat sesuatu.

30.B : Yang dapat dimakan?

31.A : Kadang-kadang.-

32.B : Kenapa tidak kau biarkan saja dirimu mati kelaparan?

33.A : Dalam hidupku aku pernah berbahagia. Suatu hari aku mendapat sedekah berupa buah-buahan sebanyak satu keranjang besar.

34.B : Tidak !

35.A : O, ya, cuma satu keranjang kecil penuh buah-buahan di pertengahan jalan ini.

36.B : Oke, baiklah. Tapi kenapa tidak kau biarkan dirimu mati ?

37.A : Aku memang pernah memikirkan hal itu.

38.B : [Mangkel].Tapi kau toh tidak melakukannya.
39.A : Aku cukup bahagia.{Pause]
Memang aku selalu tidak bahagia, tapi cukup bahagia.

40.B : Tapi kau tentulah setiap harinya akan bertambah tidak bahagia.

41.A : [Marah].Aku cukup bahagia. [Pause]

42.B : Sekiranya memang kita-kita ini dibuat untuk kepentingan satu sama lain, bagaimana ?

43.A : [Gerak gerik yang penuh arti].Kini, bagaimana semua hal itu tampaknya ?

44.B : Oh, aku ? Aku tidak pernah pergi jauh-jauh. Cuma maju-mundur didepan pintu rumahku. Sebelumnya aku tidak pernah ke mari.

45.A : Tapi apakah kau mencari dirimu?

46.B : Bukan, bukan begitu !

47.A : Setelah masa kegelapan itu, kau tidak………

48.B : [Marah].Bukan?! [Pause]. Tentu, kalau kau mau aku mencari diriku, aku akan melakukannya. Dan akhirnya kau tidak keberatan mendorong kursi rodaku ini, aku akanmencoba melukiskan pemandangan di sekitar kita sementara kita melaju ke depan.

49.A : Maksudmu aku akan menuntunmu ? Aku tidak mau tersesat lagi.

50. B : Tentu. Aku akan bilang begini; Hati-hati, Billy, kita sedang menuju ke sebuah tumpukan kotoran yang besar. Mundur sedikit dan belok ke kiri. Itulah kata-kata yang akan kuberikan padamu.

51.A : Kau akan bilang begitu ?

52.B : [Tampak puas] Gampang bukan? Gampang sekali, Billy. Di sana dalam parit aku melihat sebuah kaleng. Mudah mudahan ia berisi sop. Atau mungkin juga sayur kacang buncis.

53.A : Sayur kacang-buncis ! [Pause].-

54.B : Apakah kau mulai menyukai aku ? [Pause]
Atau itu cuma imajinasiku.

55.A : Sayur buncis ! [Ia bangun, mengambil mangkoknya dan manyodorkan ke arah B,meminta]. Di mana engkau ?

56.B : Di sini, temanku sayang. [A mencoba mendorong kursi roda itu dengan serampangan]. Berhenti,berhenti !

57.A : [Terus juga mendorong]. Bukankah ini suatu berkah bagimu? Atau katakanlah semacam hadiah !

58.B : Berhenti ! [Ia mencondongkan badannya ke belakang. A membiarkan kursi roda itu menggelinding dan melompat ke belakang. Pause. A menggapai –gapai mencari bangku tempat duduknya. Maju.Berhenti, menggapai-gapai lagi. Tidak ditemukan bangku tempat duduknya itu]. Maafkan aku. [Pause]. Maafkan aku, Billy.

59.A : Di mana aku ? [Pause].Di mana aku tadi ?

60.B : Rupanya aku kini kehilangan dia. Padahal ia sudah mulai menyukai aku. Tapi aku mengecewakan dia. Ia akan meninggalkan aku dan aku tidak akan melihat dia lagi. Aku tidak akan melihat siapapun lagi. Kita tidak akan mendengar suara-suara manusia lagi.

61.A : Apakah kau tidak mendengarnya ? keluhan dan rintihan yang sama sejak dari buaian ibunda sampai ke kuburan.

62.B : [Mengerang].Lakukanlah sesuatu untukku sebelum aku pergi.

63.A : Di sana. Kau bisa dengar ? [Pause].Aku tidak bisa pergi ![Pause].Kau dengar ?

64.B : Kau tidak bisa pergi ?

65.A : Aku tidak bisa pergi tanpa alat-alatku ini.

66.B : Alat-alat apa itu yang menjdi milikmu ?

67.A : Tak ada.

68.B : Lho,katanya kau tidak bisa pergi tanpa alat-alatmu.

69.A : Memang. [Ia mulai meraba-raba lagi, lalu berhenti].Akhirnya aku akan mendapatkannya.[Pause].Atau aku tinggalkan saja.

70.B : Tolong perbaiki selimut pada kakiku. Kakiku terasa sangat dingin.[A berhenti].Bisa saja kulakukan sendiri, tapi akan terlalu lama.[Pause].Lakukanlah untukku, Billy.Sudah itu aku bisa kembali ke sudut yang sepi itu dan di sana aku bilang: aku telah melihat orang untuk terakhir kalinya, aku mengecewakan dia setelah dia sempat menolong aku.

[Pause]

Kutemukan kepingan-kepingan cinta di sudut hatiku dan kematiannya dapat kupadukan dengan jenis diriku.[Pause].Kenapa kau memandang tercengang seperti itu padaku ? [Pause].Apakah aku mengatakan sesuatu yang tidak pantas kukatakan? [Pause].Bagaimana rupa jiwaku?[ A berjalan dengan meraba-raba menuju padanya].

71.A : Bersuaralah !
[B mengeluarkan suara. A meraba-raba menuju padanya lagi.Berhenti].

72.B : Apakah alat penciummu sudah tumpul ?

73.A : Dimana-mana cuma tercium bau busuk.
[A membuka lebar-lebar tangannya.Apakah tanganmu tidak bisa menjangkau tanganku? [Ia berdiri diam,tanpa gerak dengan tangan terbuka ke depan].


74.B : Sebentar.Kau kan tidak melakukan sesuatu dengan cuma-cuma.[Pause].Kumaksudkan,tanpa syarat.[Pause].Tuhan Maha Pengasih.[Pause].Ia dapat memegang tangan A dan menarik ke dekatnya].

75.A : Kakimu ?

76.B : Apa ?

77.A : Kau bilang kakimu !

78.B : Aku cuma tahu kata kaki.[Pause]. Ya ,kakiku,cobalah bungkukskan dengan baik
[A membungkuk, meraba-raba].Berlututlah, dengan berlutut kukira kau akan lebih santai.[B membantu A untuk berlutut di suatu tempat yang baik].Ah, di sana !

79.A : [Merasa diganggu].Biarkan tanganku merabamu.Kau ingin supaya aku membantumu, tapi kau pegang tanganku.
[B membiarkan tangannya meraba dan ia merasa geli ketika selimut kakinya diraba].Apakah kau cuma mempunyai satu kaki?

80.B : Memang cuma satu.

81.A : Dan yang satunya?

82.B : Membusuk, lalu dipotong.[A membungkus kaki yang satu ini]

83.A : Sudah cukup?

84.B : Ketatkan sedikit.[A melakukannya].Cekatan sekali tanganmu.
[Pause].-

85.A : [Meraba-raba, menuju perut B].Apakah ini bagian-bagian lainnya ?
86.B : Kini kau boleh berdiri dan meminta balas jasamu.

87.A : Bagian-bagian lainnya bagaimana ?
88.B : Bagian-bagian lainnya memang tidak dipotong, kalau itu yang kau ingin ketahui.[Tangan A meraba ke atas lagi, meraba wajah B].

89.A : Ini wajahmu ?
90.B : Sumpah, memang itu wajahku.[Pause].Seperti apa kira-kira wajahku itu? [Jari-jari A meraba ketempat-tempat lainnya]. Itu ? Itu namanya kutil.

91.A : Merah ?

92.B : Ungu ! [A menarik tangannya, tapi tetap berlutut].Tanganmu memang cekatan ! [Pause]

93.A : Masih tetap siang ?

94.B : Siang ?[Memandang ke angkasa].Terserah kalau kau mau.[Memandang].Memang tak ada kata yang tepat untuk itu.

95.A : Kira-kira akan segera malam? [B membungkukkan badannya pada A dan memegang pundak A]

96.B : Mari,Billy,berdirilah,kini kau mulai merepotkan aku.

97.A : Apakah akan segera malam ?

98.B : [Memandang ke langit].Siang….malam….[memandang lagi].kadang-kadang tampak bagiku dunia ini begitu angkuh dan sombong; diberikannya kita siang tanpa matahari, di tengah-tengah jantung musim dingin, di suatu malam yang kelabu.[Memegang bahu A lagi].marilah,Billy, berdirilah, kau kini mulai merintangi aku.

99.A : Apakah dimana-mana tampak rumput ?

100.B :Tidak.

1.A : [Gemas].Tidak tampak hijau di mana-mana ?

2.B : Cuma ada sedikit lumut.[Pause.A mengelus-elus selimut kaki B, lalu meletakkan kepalanya di atas kaki B itu].
Tuhan Maha Pemurah ! Apakah kau tidak akan berdoa ?

3.A : Tidak !

4.B : Atau menangis barangkali ?

5.A :Tidak.[Pause].Aku bisa meletakkan kepala seperti ini untuk selama-lamanya, di atas lutut seorang teman tua.

6.B : Lutut! [Menggoncang-goncangkan badan A dengan keras].Apakah kau tidak bisa bangun?

7.A :[Membenah dirinya agar lebih nyaman].Alangkah tenang dan damainya ! [B menolaknya dengan keras. A jatuh dan bertelokan pada tangannya]. Dora,istriku sering bilang bila aku tidak cukup memperoleh uang: Kau dan harpamu! Lebih baik kau merangkak ke segenap penjuru dunia dengan medali-medakli ayahmu yang kau sematkan di pantat celanamu dan kotak uang bergantungan di lehermu. Kau dan alat musikmu itu! Kau pikir kau ini siapa sih ?
Dan dia membiarkan aku tidur di lantai.[Pause]. Siapakah aku ini ?…….[Pause].Ah, aku tidak mampu menerkanya. [Pause].Lalu dia berdiri. Tidak pernah mampu.[Ia mulai meraba lagi, mencari tempat duduknya, lalu berhenti dan memasang telinga seperti mendengar sesuatu].Jika suara-suara itu cukup lama kudengar, maka sebuah harpa dengan satu tali cukuplah.

8.B : Harpamu ? [Pause].Macam apakah kiranya harpamu itu ?

9.A : Dulu pernah aku memiliki sebuah harpa kecil.Tapi diamlah, dan biarkan aku mendengar sesuatu.[Pause]

10.B : Berapa lama kau mampu diam seperti itu ?

11. A :Aku bisa berjam-jam mendengar segala macam suara.
[Keduanya memasang telinga, mendengar]

12.B : Suara-suara apakah itu ?

13.A : Aku tidak tahu suara apa itu.
[Keduanya memasang telinga lagi.Mendengar]

14.B :Aku dapat melihatnya.[Pause].Aku dapat…………

15.A :[Marah] Apakah kau tidak mau diam ?

16.B : Tidak ! [B melepaskan kepala A yang dipegang dari tadi].Aku dapat melihat dengan jelas, itu di tempat dudukmu.[Pause]. Bagaimana kalau aku mengambilnya lalu kabur? [Pause]. Eh, Billy, bagaimana tanggapanmu ? [Pause].
Suatu hari nanti, akan ada orang tua yang lain, muncul dari persembunyiannya dan mendapatkan kau sedang membunyikan harmonikamu. Dan kau akan mengatakan padanya, bahwa kau pernah memiliki sebuah biola kecil.[Pause]. Eh, Billy ! [Pause] Aatau kau sedang menyanyi. [Pause]Eh ,Billy, bagaimana tanggapanmu ?[Pause]
Dan di sana, ia akan bersiut-siut pada angin musim dingin setelah kehilangan harmonika kecilnya.
[Ia mendorong A dengan tongkatnya]. Eh, Billy ?
[A berputar, memegang ujung tongkat itu dan merampasnya dari tangan B].

Layar. Layar.-


Mataram,6 Februari 1978.



Alihbahasa:
MAX ARIFIN,
Jl.Bola Volley Blok E 33,
Perum Griya Japan Raya,Sooko,
Kabupaten Mojokerto 61361
Jawa timur
Telp 0321- 326915
Hp 085 2300 39807.
Email: daxxenos2@yahoo.com.

Tuesday, March 14, 2006

NASKAH DRAMA : BADAI SEPANJANG MALAM



NASKAH DRAMA:
BADAI SEPANJANG MALAM
Karya MAX ARIFIN

Para Pelaku:
1.Jamil, seorang guru SD di Klaulan,Lombok Selatan,berumur 24 tahun
2.Saenah,istri Jamil berusia 23 tahun
3.Kepala Desa,suara pada flashback


Setting :
Ruangan depan sebuah rumah desa pada malam hari.Di dinding ada lampu
minyak menyala.Ada sebuah meja tulis tua. Diatasnya ada beberapa buku
besar.Kursi tamu dari rotan sudah agak tua.Dekat dinding ada balai balai .Sebuah radio transistor juga nampak di atas meja.


Suara :
Suara jangkerik.suara burung malam.gonggongan anjing di kejauhan.Suara Adzan subuh.

Musik:
Sayup sayup terdengar lagu Asmaradahana,lewat suara sendu seruling

Note:
Kedua suami istri memperlihatkan pola kehidupan kota.dengan kata lain,mereka berdua memang berasal dari kota.tampak pada cara dan bahan pakaian yang mereka kenakan pada malam hari itu.mereka juga memperlihatkan sebagai orang yang baik baik.hanya idelisme yang menyala nyala yang menyebabkan mereka berada di desa terpencil itu.

01.Begitu layar tersingkap, nampak jamil sedang asyik membaca.Kaki nya ditelusurkan ke atas kursi di depannya.Sekali sekali ia memijit mijit keningnya dan membaca lagi.Kemudian ia mengangkat mukanya,memandang jauh ke depan,merenung dan kembali lagi pada bacaannya.Di kejauhan terdengar salak anjing melengking sedih.Jangkerik juga menghiasi suasana malam itu. Di kejauhan terdengar seruling pilu membawakan Asmaradahana.
Jamil menyambar rokok di atas meja dan menyulutnya.Asap berekepul ke atas.Pada saat itu istrinya muncul dari balik pintu kamar.


02.Saenah :
Kau belum tidur juga?kukira sudah larut malam.Beristirahatlah,besok kan hari kerja?

03.Jamil:
Sebentar,Saenah.Seluruh tubuhku memang sudah lelah,tapi pikiranku masih saja mengambang ke sana kemari.Biasa, kan aku begini malam malam.

04.saenah:
Baiklah.tapi apa boleh akuketahui apa yang kaupikirkan malam ini?

05.jamil:
Semuanya,semua apa yang kupikirkan selama ini sudah kurekam dalam buku harianku,Saenah.Perjalanan hidup seorang guru muda-yang ditempatkan di suatu desa terpencil-seperti Klulan ini kini merupakan lembaran lembaran terbuka bagi semua orang.

06.Saenah:
Kenapa kini baru kau beritahukan hal itu padaku?Kau seakan akan menyimpan suatu rahasia.Atau memang rahasia?

07.Jamil:
Sama sekali bukan rahasia ,sayangku! Malam malam di tempat terpencil seakan memanggil aku untuk diajak merenungkan sesuatu.Dan jika aku tak bisa memenuhi ajakannya aku akan mengalami semacam frustasi.Memang pernah sekali,suatu malam yang mencekam,ketika aku sudah tidur dengan nyenyak,aku tiba pada suatu persimpangan jalan di mana aku tidak boleh memilih.Pasrah saja.Apa yang bisa kaulakukan di tempat yang sesunyi ini?[Dia menyambar buku hariannya yang terletak di atas meja dan membalik balikkannya] Coba kaubaca catatanku tertanggal…[sambil masih membolak balik]..ini tanggal 2 oktober 1977.

08.Saenah:
[Membaca] “Sudah setahun aku bertugas di Klaulan.Suatu tempat yang terpacak tegak seperti karang di tengah lautan,sejak desa ini tertera dalam peta bumi.Dari jauh dia angker,tidak bersahabat:panas dan debu melecut tubuh.Ia kering kerontang,gersang.Apakah aku akan menjadi bagian dari alam yang tidak bersahabat ini?Menjadi penonton yang diombangkan ambingkan oleh…barang tontonannya.Setahun telah lewat dan selama itu manusia ditelan oleh alam”.[Pause dan Saenah mengeluh;memandang sesaat pada Jamil sebelum membaca lagi].”Aku belum menemukan kejantanan di sini.Orang orang seperti sulit berbicara tentang hubungan dirinya dengan alam.Sampai di mana kebisuan ini bisa diderita?Dan apakah akan diteruskan oleh generasi generasi yang setiap pagi kuhadapai?Apakah di sini tidak dapat dikatakan adanya kekejaman.”[Saenah berhenti membaca dan langsung menatap pada Jamil]


09.Jamil:
Kenapa kau berhenti?jangan tatap aku seperti itu,Saenah.

10.Saenah:
Apakah tulisan ini tidak keterlaluan?Bisakah ditemukan kejujuran di dalamnya?


11.Jamil:
Kejujuran kupertaruhkan di dalamnya,Saenah.Aku bisa mengatakan,kita kadang-kadang dihinggapi oleh sikap sikap munafik dalam suatu pergaulan hidup.Ada ikatan ikatan yang mengharuskan kita berkata “Ya!” terhadap apa pun,sekalipun dalam hati kecil kita berkata”Tidak”.Kejujuranku mendorong aku berkata,”Tidak”,karena aku melatih diri menjadi orang yang setia kepada nuraninya.Aku juga tahu, masa kini yang dicari adalah orang orang yang mau berkata”Ya”.Yang berkata “Tidak” akan disisihkan.[Pause] Memang sulit,Saenah.Tapi itulah hidup yang sebenarnya terjadi.Kecuali kalau kita mau melihat hidup ini indah di luar,bobrok di dalam.Itulah masalahnya.[Pause.Suasana itu menjadi hening sekali.Di kejauhan terdengar salak anjing berkepanjangan]

12.Saenah:
Aku tidak berpikir sampai ke sana. Pikiranku sederhana saja.kau masih ingat tentunya,ketika kita pertama kali tiba di sini,ya setahun yang lalu.Tekadmu untuk berdiri di depan kelas,mengajar generasi muda itu agar menjadi pandai.Idealismemu menyala nyala.Waktu itu kita disambut oleh Kepala Desa dengan pidato selamat datangnya.[S aenah lari masuk.Jamil terkejut.tetapi sekejap mata Saenah muncul sambil membawa tape recorder!] Ini putarlah tape ini.Kaurekam peristiwa itu.[Saenah memutar tape itu,kemudian terdengarlah suara Kepala Desa]’…Kami ucapkan selamat datang kepada Saudara Jamil dan istri.Inilah tempat kami.Kami harap saudara betah menjadi guru di sini.Untuk tempat saudara berlindung dari panas dan angin,kami telah menyediakan pondok yang barangkali tidak terlalu baik bagi saudara.Dan apabila Anda memandang bangunan SD yang cuma tiga kelas itu.Dindingnya telah robek,daun pintunya telah copot,lemari lemari sudah reyot,lonceng sekolah bekas pacul tua yang telah tak terpakai lagi.Semunya,semuanya menjadi tantangan bagi kita bersama.Selain itu,kami perkenalkan dua orang guru lainnya yang sudah lima tahun bekerja di sini.Yang ini adalah Saudara Sahli,sedang yang berkaca mata itu adalah Saudara Hasan.Kedatangan Saudara ini akan memperkuat tekad kami untuk membina generasi muda di sini.Harapan seperti ini menjadi harapan Saudara Sahli dan Saudara Hasan tentunya.”[Saenah mematikan tape.Pause,agak lama.Jamil menunduk,sedang Saenah memandang pada Jamil.Pelan pelan Jamil mengangkat mukanya.Mereka berpandangan]


13.Saenah:
Semua bicara baik-baik saja waktu itu dan semuanya berjalan wajar.

14.Jamil:
Apakah ada yang tidak wajar pada diriku sekarang ini ?

15.Saenah:
Kini aku yang bertanya:jujurkah pada nuranimu sendiri?Penilaian terakhir ada pada hatimu.dan mampukah kau membuat semacam pengadilan yang tidak memihak kepada nuranimu sendiri?Karena bukan mustahil sikap keras kepala yang berdiri di belakang semuanya itu.Terus terang dari hari ke hari kita seperti terdesak dalam masyarakat yang kecil ini.

16.Jamil:
Apakah masih harus kukatakan bahwa aku telah berusaha berbuat jujur dalam semua tindakanku?Kau menyalahkan aku karena aku terlalu banyak bilang”Tidak” dalam setiap dialog dengan sekitarku.Tapi itulah hatiku yang ikhlas untuk ikut gerak langkah masyarakatku.Tidak,Saenah.Mental masyarakat seperti katamu itu tidak terbatas di desa saja, tapi juga berada di kota

17.Saenah:
Kau tidak memahami masyarakatmu.

18.Jamil:
Masyarakat itulah yang tidak memahami aku.

19.saenah:
siapa yang salah dalam hal ini.

20.Jamil:
Masyarakat.

21.Saenah:
Yang menang ?

22.Jamil:
Aku

23.Saenah:
Lalu ?

24.Jamil:
Aku mau pindah dari sini.[Pause. Lama sekali mereka berpandangan.].

25.Saenah:
[Dengan suara rendah]Aku kira itu bukan suatu penyelesaian.

26.Jamil:
[Keras] Sementara memang itulah penyelesaiannya.

27.Saenah:
[Keras]Tidak! Mesti ada sesuatu yang hilang antara kau dengan masyarakatmu.Selama ini kau membanggakan dirimu sebagai seorang idealis.Idealis sejati,malah.Apalah arti kata itu bila kau sendiri tidak bisa dan tidak mampu bergaul akrab dengan masyarakatmu.[Pause]

[Lemah diucapkan]Aku terkenang masa itu,ketika kau membujuk aku agar aku mu datang kemari[Flashback dengan mengubah warn cahaya pelan pelan.Memakai potentiometer.Bisa hijau muda atau warna lainnya yang agak kontras dengan warna semula.Musik sendu mengalun]

28.Jamil:
Aku mau hidup jauh dari kebisingan,Saenah.Aku tertarik dengan kehidupan sunyi di desa,dengan penduduknya yang polos dan sederhana.Di sana aku ingin melihat manusia seutuhnya.Manusia yang belum dipoles sikap sikap munafik dan pulasan belaka.Aku harap kau menyambut keinginanku ini dengan gembira,dan kita bersama sama kesana.Di sana tenagaku lebih diperlukan dari pada di kota.Dan tentu banyak yang dapat aku lakukan.

29.Saenah:
Sudah kaupikirkan baik baik? Perjuangan di sana berarti di luar jangkauan perhatian.

30.Jamil:
Aku bukan orang yang membutuhkan perhatian dan publikasi.Kepergianku ke sana bukan dengan harapan untuk menjadi guru teladan.Coba bayangkan,siapa pejabat yang bisa memikirkan kesulitan seorang guru yang bertugas di Sembalun,umpamanya?Betul mereka menerima gaji tiap bulan.Tapi dari hari ke hari dicekam kesunyian,dengan senyum secercah terbayang di bibirnya bila menghadapi anak bangsanya.dengan alat alat serba kurang mungkin kehabisan kapur,namun hatinya tetap di sana.Aku bukan orang yang membutuhkan publikasi,tapi ukuran ukuran dan nilai nilai seorang guru di desa perlu direnungkan kembali.Ini bukan ilusi atau igauan di malam sepi,Saenah.Sedang teman teman di kota mempunyai kesempatan untuk hal hal yang sebaliknya dari kita ini.Itulah yang mendorong aku,mendorong hatiku untuk melamar bertugas di desa ini.


31.Saenah:
Baiklah, Sayang.Ketika aku melangkahkan kaki memasuki gerbang perkawinan kita,aku sudah tahu macam suami yang kupilih itu.Aku bersedia mendampingimu.Aku tahu,apa tugas utamaku disamping sebagai seorang ibu rumah tangga.Yaitu menghayati tugas suami dan menjadi pendorong utama karirnya.Aku bersedia meninggalkan kota yang ramai dan aku sudah siap mental menghadapi kesunyian dan kesepian macam apa pun.Kau tak perlu sangsi.[Pause senbentar.Pelan pelan lampu kembali pada cahaya semula]

32.Saenah:
Kini aku menjadi sangsi terhadap dirimu.Mana idealisme yang dulu itu? Tengoklah ke kanan.apakah jejeran buku-buku itu belum bisa memberikan jawaban pada keadaan yang kauhadapi sekarang?Di sana ada jawaban yang diberikan oleh Leon Iris,Erich Fromm,Emerson atau Alvin Toffler.Ya,malam malam aku sering melihat kau membuka-buka buku-buku Erich Fromm yang berjudul The Sane Society atau Future Shock nya Alvin Toffler itu.

33.Jamil:
Apa yang kau kauketahui tentang Eric Fromm dengan bukunya itu? Atau Toffler?

34.Saenah:
Tidak banyak.Tapi yang kuketahui ada orang-orang yang mencari kekuatan pada buku-bukunya.Dan dia tidak akan mundur walau kehidupan pahit macam apa pun dosodorkan kepadanya.karena ia mempunyaai integritas diri lebih tinggi dri orang-orang yng menyebabkan kepahitan hidupnya.apakah kau menyerah dalam hal ini?Ketika kau melangkahkan kakimu memasuki desa ini terlalu bnyak yang akan kausumbngkan padanya,ini harsus kauakui.Tapi kini-akuilah-kau menganggap desa ini terlalu banyak meminta dirimu.Inilah resiko hidup di desa.Seluruh aspek kehidupan kita disorot.Smpai sampai soal pribadi kita dijadikan ukuran mampu tidaknya kita bertugas.Dan aku tahu hal itu.Karena aku kenal kau.[Suasana menjadi hening sekali.Pause]
Aku sama sekali tak menyalahkan kau.malah dim diam menghargai kau, dan hal itu sudah sepantasnya.Aku tidak ingin kau tenggelam begitu saja dalam suatu msyarakat atau dalam suatu sistem yang jelek namun telah membudaya dalam masyarakat itu.Di mana pun kau berda.juga sekiranya kau bekerja di kantor.Kau pernah dengan penuh semangat menceritakan bagaimana novel karya Leon Uris yang berjudul QB VII.Di sana Uris menulis,katamu bahwa seorang manusia harus sadar kemanusiaannya dan berdiri tegak antara batas kegilaan lingkungannya dan kekuatan moral yang seharusnya menjadi pendukungnya.Betapapun kecil kekuatan itu.Di sanalah manusia itu diuji.Ini bukan kuliah.Aku tak menyetujui bila kau bicara soal kalah menang dalam hal ini.Tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang.Dialog yang masih kurang.


34.Jamil:
Aku mungkin mulai menyadari apa benda yang hilang yang kaukatakan tadi.generasi sekarang mengalami kesulitan dalam masalah hubungan.Hubungan antar sesama manusia.Mereka mengalami apa yang disebut kegaguan intelektual.kita makin cemas,kita seakan akan mengalami kemiskinan artikulasi.Disementara sekolah di banyak sekolah malah,mengarang pun bukanlah menjadi pelajaran utama lagi,sementara makin banyak gagasan yang harus diberitahukan ke segala sudut.Pertukaran pikiran makin dibutuhkan.


35.Saenah:
Ya,seperti pertukaran pikiran malam ini.Kita harus yakin akan manfaat pertukaran .Ada gejala dalam masyarakat di mana orang kuat dan berkuasa segan bertukar pikiran.Untuk apa ,kata mereka.Kan aku berkuasa.

36.Jamil;
Padahal nasib suatu masyarakat tergantung pada hal-hal itu.Dan kita jangan melupakan kenyataan bahwa masyarakat itu bukan saja berada dalam konflik dengan orang-orang yang mempunyai sikap yang tidak sosial tetapi sering pula konflik dengan sifat sifat manusia yang paling dibutuhkan,yang justru ditekan oleh masyarakat itu sendiri.

37.Saenah:
Itu kan Erich Fromm yang bilang.

38.Jamil:
Memang aku mengutip dia.[Dari kejauhan terdengar suara bedug subuh kemudian adzan]

39.Saenah:
Aduh,kiranya sudah subuh.Pagi ini anak-anak menunggumu,generasi muda yang sangat membutuhkan kau.

40.Jamil:
Aku akan tetap berada di desa ini,sayangku.

41.Saenah:
Aku akan tetap bersamamu.Yakinlah.[Jamil menuntun istrinya ke kamar tidur.Musik melengking keras lalu pelan pelan,sendu dan akhirnya berhenti].


Catatan:
Naskah ini pernah dimuat dalam buku Kumpulan Drama Remaja, editor A.Rumadi.Penerbit PT Gramedia Jakarta,1988,halaman 25-33.