Wednesday, December 26, 2007

Liputan Dialog Teater di Radar Mojokerto

PELAKU TEATER LINTAS GENERASI CURHAT


Biro Seni Drama Dewan Kesenian Kota Mojokerto (DKM) Minggu 23 Desember 2007 mengadakan kegiatan bertajuk Dialog Lintas Generasi Tentang Perkembangan Seni Drama di Mojokerto. Bertempat di Gedung Dharma Wanita lantai 2 di Jl. Hayam Wuruk 50 Kota Mojokerto.
Acara dimulai pukul 09.54 oleh M.Misbakh sebagai Koordinator Biro Seni Drama DKM.
“Kegiatan ini merupakan tanggung jawab DKM khususnya Biro Seni Drama kepada publik. Adalah wajar sebagai lembaga yang mendapat dana operasional dari APBD sebesar 50 juta per tahun dan untuk Biro Seni Drama mendapat 2,5 juta rupiah untuk membuat laporan kegiatan.”
Menghadirkan narasumber Heriyanto Subekti (Sekretaris DKM) dan Bagus Yuwono (Lidhie Art Forum).
Heriyanto Subekti secara garis besar menjelaskan perkembangan teater di Mojokerto era 70-an saat aktif bersama kelompok teater Roda Roda. Juga fenomena Lomba Drama Lima Kota di Surabaya yang ikut mewarnai semaraknya teater di Mojokerto kala itu.

Bagus Yuwono sebagai narasumber berikutnya menjelaskan kegiatan Lidhie Art Forum yang telah mementaskan naskah karya Bagus Yuwono sendiri masing-masing Sisi Gelap Kamar Yuli dan sang Penggali batu.Bagus Yuwono yang baru saja menjadi PNS tersebut menjelaskan kiat-kiatnya dalam membuat jejaring teater antar kota dan pengalamannya dalam melatih teater pelajar di Teater Taman SMA Taman Siswa dan Teater Jingga SMAN 1 Puri Kabupaten Mojokerto.

Dialog antar generasi teater di Mojokerto selanjutnya menampilkan pembicara generasi tua pelaku teater modern dan tradisi di Mojokerto.
Ibnu Sulkan mengurai pengalamannya bermain ludruk sejak tahun 1963. “Saya pernah bermain di TVRI sebayak 19 kali antara lain menampilkan naskah-naskah lokal Mojokerto antara lain Kyai Sabuk Alu, Mbah Selo sampai Sunan Kalijaga.”
Cak Sulkan juga pernah bermain sinetron Secercah Liku Kehidupan bersama Rina Hasyim. “Semasa Pak Boimin menjadi Sekdakot saya pernah diminta membuat alat musik bernama Cumplingan Jeblok”, imbuh Cak sulkan di hadapan peserta dialog.
Cak Sulkan pernah menjadi pimpinan ludruk Putra Madya Mojokerto.

Hanibal dari SMAN 1 Kota Mojokerto memaparkan aktivitasnya semasa menjadi mahasiswa IKIP Negeri Surabaya (sekarang UNESA) bersama Teater Ritma. “Tahun 1984-1985 saya mengajar di Mojokerto dan mulai berkenalan dengan Mas Tatok D.Soemardi dan Mas Krisantus Sugiatmoko (sekarang bekerja di Dinas Infokom Kota Mojokerto). “Saya mengusulkan semacam arisan teater bagi komunitas teater di Mojokerto. Selain sebagai sarana kongkow kongkow juga menampilkan produksi terbaru tiap grup teater.”


Pembicara berikutnya adalah Tatok D.Soemardi dari Teater Roda Roda. “Saat ini saya menetap di Bandung dan kehadiran saya di forum ini merupakan blessing in disguise.”
Sebagai aktivis teater generasi lawas Tatok D.Soemardi menjelaskan panjang lebar peta teater di Mojokerto era 70 an.

Kegiatan diikuti sekitar 50 peserta sebagaian besar teater pejar khususnya teater Pegasus SMA PGRI 2 Kota Mojokerto dan teater Jingga SMAN 1 Puri Kabupaten Mojokerto, Suliadi (penyair asal Gedeg),pelaku dan aktivis kebudayaan, selebihnya pengurus Dewan Kesenian Kota Mojokerto antara lain saiful Bakri (biro sastra), Tavia Dewi (biro tari), Darto Kuswandi (biro musik). Satu peserta dari mahasiswa jurusan seni teater Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya.

Bagian yang paling menarik adalah sesi tanya jawab. Sejumlah pertanyaan muncul berkisar hal mendasar sampai statemen yang argumentatif. Adelia dari teater Pegasus SMA PGRI 2 Kota Mojokerto bertanya apakah yang dipelajari dari teater, Cakra dari teater Jingga SMAN 1 Puri menanyakan adanya stigma dari masyarakat bahwa ikut teater sama saja dengan seperti orang gila.
Abdul Malik dari Banyumili menambahkan “ Saya mendapat kiriman email dari Bapak Anton de Sumartana pendiri Teater Swawedar bahwa teater di Mojokerto telah ada sejak 44 tahun lalu. Bapak Anton yang saat ini tinggal di Bogor mengirim profil dan data teater Swawedar sepanjang 5 lembar. Selanjutnya saya mendukung usulan Pak Hanibal untuk mengadakan arisan teater mulai tahun depan. Kita asumsikan tiap kelompok teater tampil tiap bulan dan mendapat bantuan biaya produksi 5 juta per produksi berarti setahun 60 juta. Saya berharap Biro Seni Drama meneruskan usulan program tersebut dan saya siap mendukung “.

Dialog juga membahas adanya perbedaan persepsi terhadap istilah teater pelajar dan teater umum.
M.Mismakh sebagai Biro Seni Drama mencoba menjawab “ Apakah di Mojokerto ada teater umum? Rony Yunarto dan LG, Bagus Yuwono dan Lidhie Art Forum, Andik L Hasan dan teater Kaca, dan saya sendiri teater Koalisi juga jarang pentas di kota sendiri. Yang ada malah kelompok teater cap stempel. Dalam kesempatan ini saya mengajak mari kita ramaikan kota kita dengan pentas teater yang berkualitas”.

Andik L. Hasan dari teater Kaca dan Study Teater Mojokerto (STEMO) mengusulkan kepada DKm untuk membuka kelas teater di sekretriat DKM
Namun usulan tersebut ditolak secara tegas oleh M.Misbakh dengan alasan bahwa DKM sebagai lembaga yang menaungi seluruh lembaga seni di Mojokerto. “Kalau DKM sebagai sanggar tentu akan menimbulkan kecemburuan banyak pihak”.

Rony Yunarto menambahkan sedikit pengalaman dari tiga tahun menjadi pelatih teater Payung Hitam SMAN 1 Sooko kabupaten Mojokerto.
Gatot Sableng memberi gambaran betapa pentingnya posisi teater pelajar dalam peta teater di Mojokerto.

Tatok D Soemardi menutup dialog siang hari tersebut dengan memberi masukan agar komunitas teater di Mojokerto mengadakan workshop dengan pelaku teater semisal Rendra sesering mungkin. “Mohon resume dialog teater hari ini dikirimkan juga ke DPRD dan Eksekutif Kota Mojokerto.”

Pukul 13.00 wib dialog selesai.
(***)

(Harian Radar Mojokerto, Rabu, 26 Desember 2007 halaman 28)

Informasi:
M.Misbakh
Biro Seni Drama
Dewan Kesenian Kota Mojokerto
Jl. Gajah Mada 149
Kota Mojokerto 61324
Hp 081 913 10 3365
Email:dewankeseniankotamo jokerto@gmail.com

2 comments:

Onny Wiranda said...

halo...salam kenal...

zainul arifin said...

jempol.....