Monday, December 24, 2007

Ludruk Karya Budaya di Festival Bengawan Solo

Dimuat di harian SURYA edisi Online www.surya.co.id pada rubrik Citizen Journalism, Jumat, 21 Desember 2007

Ludruk merupakan benteng kesenian terakhir yang harus dijaga di wilayah Jawa Timur. Ludruk Karya Budaya (LKB) Mojokerto mendapat undangan dari panitia Festival Bengawan Solo yang diadakan Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Pemkot Surakarta. Kegiatan diadakan 14-16 Desember 2007 di Taman Sriwedari yang telah berusia 106 tahun. Membawakan lakon Joko Sambang, LKB mendapat giliran tampil Sabtu (15/12) dalam festival yang mengambil tema Lebih Akrab dengan Tradisi tersebut.

Penampilan LKB dimulai pukul 22.10 WIB setelah sebelumnya tampil pentas karawitan anak-anak, gamelan Bali oleh I Wayan Sadra, Tari Piring dari Minangkabau dan Tari Denok Deblong dari Semarang. Tari Remo oleh Cak Soekis membuka panggung Festival Bengawan Solo. Cak Slamet melanjutkan dengan Kidungan Jula Juli. Trio lawak Cak Trubus, Cak Slamet, dan Cak Supali membuat sekitar seratusan penonton terbahak-bahak.

Lakon Joko Sambang bercerita tentang masa penjajahan Belanda yang sedang mengadakan pembangungan jembatan di Porong lewat program kerja paksa. Setiap
lurah wajib mengirim 10 rakyat untuk kerja rodi. Adalah Bintoro (Cak Soekis), Lurah Gunung Gangsir, satu-satunya lurah yang menolak mengirim rakyat kepada kumpeni.

Sementara itu Lurah Abilowo (Cak Muzet) bersama Carik Bargowo (Gawok) sibuk mengatur siasat untuk menjilat kumpeni. Keduanya berinisiatif melaporkan Bintoro
agar ditangkap kumpeni. Namun ternyata diam-diam Abilowo menaruh hati pada Sutinah (Ririn) istri Bintoro. Kumpeni langsung menangkap Bintoro dan memasukkan dalam penjara, berkat laporan Abilowo dan Bargowo.

Sutinah dan orangtuanya mencari Joko Sambang (Cak Mujiadi Zakaria), putra satu-satunya Lurah Bintoro dan Sutinah untuk menyerahkan keris pusaka. Joko Sambang sedang bertapa di petirtaan Jolotundo di lereng Gunung Penanggungan. Penampilan Trubus dan Slamet sebagai kumpeni sekali lagi membuat penonton terpingkal-pingkal. Penonton juga memberi aplaus pada penampilan laga para pemain ludruk Karya Budaya.

Akhir cerita Joko Sambang berhasil mengusir penjajah Belanda dan membebaskan rakyat dari kerja paksa. Lakon Joko Sambang terasa aktual karena mengusung semangat vox
populi vox dei, suara rakyat suara Tuhan.

Agung Priyo Wibowo, salah satu panitia Festival Bengawan Solo 2007 menyatakan kekagumannya pada gaya lawak trio Slamet, Trubus, Supali. “Saya semakin yakin ludruk merupakan benteng kesenian terakhir yang harus dijaga di wilayah Jawa Timur. Tentu menarik jika ada yang berminat membuat website khusus ludruk sekaligus museum ludruk,” katanya.”Usia Ludruk Karya Budaya yang telah mencapai 38 tahun dan frekuensi pentas 180 kali setahun juga merupakan pertimbangan khusus dari panitia bagaimana sebuah kelompok kesenian tradisi masih dapat bertahan sampai hari ini.”
Pukul 00.30 WIB LKB menutup penampilan Festival Bengawan Solo malam itu.

Oleh
Abdul Malik
Kradenan, Mojokerto
banyumili@telkom.net
http://kurakurabiru.multiply.com
http://majapahitan2.blogspot.com

1 comment:

hendrawsaputro said...

Mau nonton ludruk karya budaya di internet, lihat saja di www.mojokerto.info mas