Thursday, November 15, 2007

Cerpen: Dialog imajiner dengan dua putri

CERPEN KARYA HARDJONO WS:

DIALOG IMAJINER DENGAN DUA ORANG PUTRI

Kususuri jalan kecil menuju sebuah tempat peristirahatan dua orang putri yang pernah terpatri dalam batinku dan sampai sekarang tak bisa kulupakan.

Sebenarnya tukang ojek yang mengantarku ke kawasan candi candi di trowulan ini akan dibawa ke komplek makam panjang Troloyo,tetapi aku ingin menjenguk lebih dulu makam dua putri Mojopahit ini.

Dua orang putri yang pernah kudengar tentang kecantikan dan kewibawaan semasa hidupnya. Dewi Anjasmara dan putri Kencono Wungu.

Rerumputan dan ilalang menyambut kedatanganku dengan ramah.Helai demi helai daunnya berkelebat kecil kecil karena hembusan angin pagi.Segar.

Aku tak percaya sebuah legenda tentang dua orang perempuan di kerajaan atau negeri besar Mojopahit ini akhirnya harus menikmati tidur panjangnya bersama sama, berkumpul menjadi satu dengan kuburan rakyat setempat meskipun berdekatan dengan makam panjang kompleks Troloyo.

Mojopahit yang pernah mengirimkan puluhan perahu layarnya menuju negeri negeri luar untuk bercerita bahwa negeri ini adalah sebuah negeri yang patut didatangi untuk menimba ilmu tentang hidup dan kehidupan.

Kuburan yang tersisih dan berada di luar kompleks Troloyo yang dibangun megah ini makin tambah sepi.

Aku terus berjalan menyusuri jaln kecil dan kujmpai bangunan yang tampaknya tertutup rapat.

“Selamat pagi sang putri dan sang dewi,” kataku dalam hati saat melihat bangunan sederhana ini.

Kubuka sepatu dan kaos kakiku dan segera duduk di terasnya.Dingin dan terasa teduh.

Bunga bunga kembang kamboja tampak berserakan di tanah pekuburan.

Tiba tiba muncul perasaan ibaku menahan keharuan yang amat dalam,seakan tak percaya ini adalah tempat peristirahatan dua orang putri yang pernah menghias negeri ini.

Negeri kecil yang pernah mampu menyatukan kawasan Nusantara ini menjadi sebuah kesatuan dengan Bhinneka Tunggal Ika nya.

“Mengapa kalian harus tidur di tempat ini sang putri?” dan pertanyaan ini yang membuat pikiranku melayang layang entah singgah ke mana saja yang akhirnya berhenti di sebuah kerajaan yang terkenal dengan sebutan Mojopahit.

Ratusan tahun telah lewat, meskipun hanya puluhan tahun yang lewat dua putri tidur pulas ini pernah dihidupkan oleh seorang guruku saat aku masih duduk di sekolah rakyat atau sekolah dasar kalau istilha sekarang.

Aneh, tiba tiba pak Niti guruku muncul didepanku.

Ia menyapaku dengan senyuman dan akupun menganggukan kepalaku.

Dengan pakaian rapi sebagai seorang guru saat itu, ia melihatku tajam tajam.

“Selamat pagi pak Niti,”kataku menegur dengn sopan.

“Selamat pagi juga,” katanya.

Ia lupa denganku,terlalu lama waktu yang membatasinya.

Setelah ingat,betapa senangnya ia bisa bercerita denganku.

Aku adalah salah seorang muridnya yang senang nembang dan belajar sejarah, sementara pak Niti sendiri pemain ketoprak yang sering main di gedung nasional di kotaku.

“nanti malam nonton ketoprak,lakonnya Damarwulan ngarit,” katanya saat itu menyruh murid muridnya nonton ketoprak dan kebetulan dia sendiri yang menjadi tokohnya : Damarwulan.

Diantara penonton itu aku sendiri menjadi penonton yang masih kecil, dan cerita Damarwulan ngarit ini adalah sebuah cerita yang amat menarik.

Biasa, guru yang mempunyai keistimewaan saat itu, aneh aneh perangainya termasuk pak Niti ini.

Anak anak biasanya paling tidak senang kepada pak Niti ini kalau saat ulangan hukumannya akan disesuaikan dengan jumlah salahnya.

Kalau anak laki laki bersalah ia harus menunjukkan jumlah salahnya dengan jumlah jari tangang. Salah empat, berarti empat jari jarinya harus diacungkan ke atas dan langsung mendapat pukulan penggaris empat kali.

Kalu anak perempuan salah empat maka cubitan pak Niti pun mendarat.Kalu tidk di ketiaknya ya di dekat paha mereka.

Aku tertawa sendiri karena ingatan itu.

“Kenapa kau tertawa?”

Aku tidak menjawab, siapa tahu hukumanku akan lebih berat kalau bercerita tentang itu.

Aku menggumam dalam tembang yang kuingat sepenggal.

“Sun iki dutane nata

prabu kenya Mojopahit

asmane damarsasangka atma mantune ki patih…

“Masih ingat dengan tembang itu?”

“Sedikit pak, lupa seluruhnya,”jawabku.

Tampak tersenyum pak Niti mendengar tembngku tadi.

Tembang bagi pak niti di sekolah saat itu merupakan pelajaran wajib.

Anak yang senag dan pinter nembang lebih mendapat perhatian darinya.

Kasihan akhirnya pak Niti ini. Matinya tertimpa patahan pohon saat berteduh di bawahnya karena hujan deras mengguyur di kotaku.

“Kau masih ingat tentang tembang tadi?” tanyanya lagi.Tak kujawab, hany akepalau saja yang mengangguk.

Kisah atau cerita yang paling disenangi anak anak saat itu, dan tak kubayangkan baru kali ini aku bisa bertemu dengan tokoh dalam tembang dan legenda itu meskipun sudah berebentu kuburan dan batu nisan.

Damarwulan sang tokoh dalam kisah ini harus hidup dengan prihatin kepada pamannya sendiri yang kebetulan menjadi patih di kerajaan Mojopahit.

Pamannya yang bernama patih logender ini memiliki tiga putra masing masing Layang Seto, Layang Kumitir dan gadis yang amat cantik Anjasmara.

Dikisahkan bagaimana beratnya pekerjaan damarwulan di kepatihan pamannya sendiri.

Ia bekerja sebagai seorang perawat kuda milik patih Logender dan kedua anak laki lakinya.

Setiap hari mencari rumput dan membersihkan kandang serta merawat kuda kuda supaya tetap sehat dan gagah.

Pekerjaan semacam ini sama sekali tak memberatkan diri damarwulan,tetapi karena Anjasmara kehidupan damarwulan mulai terancam.

Diam diam Anjasmara mencintai Damarwulan.

Pekerjaan berat dan kotor serta tempat tidurnya juga tidak di kepatihan, tetapi di sebuah rumah kecil yang tak jauh berbeda dengan kandang kuda itu sendiri.

Sebagai sebuah jalan atau cara menuju hidup bahagia kelaknya harus dilewatinya semacam itu.

Ini adalah puasa bagi orang yang ingin mendapatkan hari raya.

Dan ujian berat bagi Damarwulan adalah perempuan cantik putri sang patih, dewi Anjasmara sendiri.

Dalam waktu senggang secara sembunyi sembunyi dewi Anjasmara selalu berusaha untuk menemui Damarwulan.

Oh alngkah indahnya kisah kasih cinta mereka.

Meski demikian Damarwulan tak pernah mau meladeni kisah cinta ini walau tidak juga disebut cinta bertepuk sebelah tangan.Ini ujian berat bagi Damarwulan sebagai seorang satria khususnya buat orang Jawa.

“Ini yang membuatku makin mencintai dia,” kata dewi Anjasmara tiba tiba bangn entah darimana datangnya.Aku melihatnya dengan takjub melihat kecantikan sang dewi ini.

Pelan pelan putri Kencono Wungu pun ikut bangun dari tidur panjang.

Cantik dan anggun dengan segalan pakaian kebesarannya,pakaian raja Mojopahit.

“Selamat datang ke tempat kami,” kata mereka berdua amat berwibawa tak jauh berbeda dengan dewi Ratih dan dewi Sumbadra.

“Terima kasih,” jawabku dengan hormat.

Kutoleh tampak pak Niti sudah tidak ada entah pergi ke mana.

Belum sempat kuucapkan terima kasihku, tetapi sudah pergi dengan cepat tanpa pamit sepatah kata pun.

Aku bertiga di tempat itu, tempat yang kulihat makin lama makin agung.

Sebenarnya aku takut,tetapi kuberanikan diri, apalagi kedua putri ini adalah sosok yang amat saling menghargai sehingga sampai menikmati tidur panjangpun mereka tetap tak ingin dipisahkan.tetap menjadi satu tempat.

“Teruskan ceritamu seperti apa yang pernah kaudengar di sekolahmu dulu atau buku yang sempat kau baca.

Teruskan,” katanya sambil duduk di kursi kebesarannya.Berdua mereka duduk, tak kulihat satria yang mereka cintai: Damarwulan.

Dengan penuh perhatina seringkali dewi Anjasmara memberi makanan ataupun kue masakannya sendiri yang khusus diberikan pada Damarwulan.

Dalam persoalan ini Damarwulan tak pernah menolaknya.

Dalam persoalan lain damarwulan masih tetap bisa menahan hawa nafsunya.Cinta mereka lalui dengan saling menyayangi.

Akhirnya percintaan mereka yang agung dan suci ini terbau juga oleh kedua kakaknya Layang Seto dan Layang Kumitir.

Mereka tidak terima kalau adiknya mencintai seorang perawat kuda.

Peretengkaran mulut sering terjadi dan tidak jarang terjadi perkelahian.

“Benar,kedua kakakku tak pernah merasa malu, meskipun perkelahian itu selalu dimenangkan kakangmas Damarwulan,’kata dewi Anjasmara dengan suara yang masih memiliki sisa sisa kebanggaan terhadp kehebatan Damaewulan.

Cinta dewi Anjasmara tetap membara begitu juga dari diri Damarwulan cinta itu mulai bersemi.Patih Logender mulai mencium kisah kasih putrinya.

Dengan segala daya berusaha untuk merenggangkan benih cinta mereka berdua.

Anjasmara adalah laut dan Damarwuln adalah gelombangnya.

Damarwulan adalah api dan Anjasmara adalah baranya.

Saat itu negeri Mojopahit mendapat percobaan berat .Pemberontakan pemberontakan mulai muncul seperti Ra Kuti,Ronggolawe begitu juga sang Menakjnggo bupati Banyuwangi.

Oleh sang patih Logender Damarwulan didaftarkan menjadi hulubalang kerajaan.

“Benar kisah itu dan Damarwulan salah seorang calon yang berhasil menjadi hulubalang yang paling gagah dan tampan,” kata sang putri Kencono Wungu sambil melirik dewi Anjasmara dengan amat cantik, begitu juga anggunnya.Kecantikannya tidak saja keluar dari air mukanya, tetapi dari dalam batinnya muncul kecantikan itu.

“Malah sekalian aku membuat sayembara kepada siapa saja yang bisa mengalahkan bupati Menakjinggo dari Banyuwangi itu akan kujadikan raja sekaligus menjadi pendamping hidupku,” katanya dengan lembut.

“Nyuwun sewu sang putri, apakah saat itu sang putri tidak tahu kalu sang dewi amat mencintai raden Damarwulan?” tanyaku memberanikan diri.

“Itulah yang sama sekali tak kumengerti.Setelah aku tahu dan mengerti, aku minta maaf pada adikku yang cantik ini. Aku tidak ingin berkuasa terhadap kakangmas Damarwulan. Adikku menyadari bahwa ini semua karena sumpah atau janji seorang raja yang sering diyakini sebagai sabdo pandhito ratu yang sudah kuucapkan daripada Mojopahit menjadi jajahan adipati Menakjinggo. Sedang aku sendiri juga tak mencintainya,” kata putri Kencono Wungu dengan perasaan yang amat teduh. Sementara dewi Anjasmara memandangnya dengan pandangan yang tak jauh berbeda.

Kedua perempuan cantik dan anggun ini saling mendekat dan memeluk dengan perasaan cinta yang amat dalam.

Aku memandangnya dengan takjub dua perempuan yang ikhlas dan amat teduh dalam berpikir.

“Tahu mengapa kami ingin mati dalam sebuah tempat dan dalam sebuh kuncup, meski tak mungkin kami berdua bertempat dalam sebuah lubang atau liang. Dalam sejarahku bersama sang putri kami akhirnya menjadi sepasang saudara yang mencintai kakangmas Damarwulan dan aku berjanji kelak matiku bisa dikuburkan dalam sebuah tempat,” katanya dengan senyumnya yang amat segar sesegar air kelapa muda.

Dewi Kencono Wungu mendengar dengan perasaan yang amat sayang.Kemudian sang putri berkata lagi.

“Kami berdua ingin sekali dikubur dalam sebuah kuncup di tengah tengah anak cucuku yang hidup dan mendiami kawasan Mojopahit, karena aku yakin kelak keturunanku tetap akan menghargai sejarah.kakek nenek kita memang tidak sama, tetapi bukankah nenek moyang kita sam.Ya kan? Kami berdua amat bahagia tinggal di sini.sampaikan salam hangatku kepada siapa saja yang ingin menjengukku kemari. Terserah bagaimana mereka menghargai sejarah nenek moyangnya,”

Tiba tiba aku ingat tembang pamitnya damarwulan kepada Anjasmara saat akan pergi ke Banyuwangi untuk berperang melawan Menakjinggo.

“Anjasmara ari mami

masmirahku..laka warta

dasih mutha ulun layon

aneng kutho probolinggo….

Ah hanya sepotong yang kuingat,kucoba untuk kuingat tetapi tetap tak ingat.Kuberjanji setelah ini akan aku cari lanjutan tembang itu.

Akhirnya Damarwulan pergi melawan Menakjinggo ke Banyuwangi.Apa yang dilakukan patih Logender dengan kedua anak laki lakinya Layang seto dan Layang Kumitir?

Mereka sepakat untuk menghalangi keberhasilan Damarwulan.

Peperangan tak dapat dicegah lagi, dan menurut legenda yang muncul di masyarakat luas, Damarwulan bisa mengalahkan Menakjinggo karena mendapat bantan dua putri Suhita dan Puyengan dengan jalan dipukul dengan gada wesi kuning milik Menakjinggo sendiri.

Dalam kisah selanjutnya Damarwulan bisa membawa kepala Menakjinggo, tetapi di tengah perjalanan ia dicegat Layang Seto dan Layang Kumitir.

Damarwulan dikeroyok sampai pingsan dan ketika dianggap sudh mati kepala Menakjinggo dirampas dan langsung dibawa ke Mojopahit diserahkan kepada sang putri.

“Tidak salah kisah itu memang terjadi demikian dan aku tak percaya dengan apa yang dilaporkan patih Logender tentang keberhasilan kedua anaknya.setelah damarwulan siuman langsung ia menghadapku untuk menceritakan semua peristiwa.Pertengkaran tak bisa diselesaikan akhirnya kuputuskan untuk mengdu mereka,” kata sang putri.

“Sabdo pendito ratu?” tanyaku.

“Ya.”

Akhirnya terjadi perekelahian antara Damarwulan dan kedua kakak beradik Layang Seto dan Layang Kumitir yang akhirnya dimenangkan oleh Damarwulan.

“Dan baru itlah aku mengerti kalau adikku sudah menunggu kedatangan kakangmas damarwulan dan langsung melakukan perkawinannya, begitu juga dengan aku.kami sebenarnya berdua tetapi hanya satu,” kata putri Kencono Wungu.

Aku mendengar dengan khusyuk kisah romantika dewi Anjasmara dan dewi Kencono Wungu ini. Kisah dua orang dewi bersama seorang satria yang pernah mengisi sejarah negeri ini, sejarah nenek moyang kami.

Kulihat sekali lagi kedua perempuan itu dengan perasaan yang amat mencekam.Kubayangkan betapa kedua putri ini memiliki jiwa yang mat besar.

Mereka menjadi satu mencintai seorang satria dan itu dilewatinya dengan kehidupan yang amat manis semanis senyumnya. Sampai matipun mereka tetap ingin bersatu.

Tiba tiba dengan gerakan yang amat manis putri Kencono Wungu langsung menggandng tangan dewi Anjasmara.

Keduanya melemparkan senyumnya kepadaku dengn teramat manis, meningggalkan tempat itu.Makin lama makin menghilang dan kecil lenyap di sebuah tempat yang amat asri. Kuikuti dengan sisa sisa penglihatanku yang masih bisa memandang kemana kedua putri itu berjalan.

Dengan langkah kakiknya yang amat anggun sementara selendangnya sesekali bergerak karena hembusan ngin silir silir.Kedua putri itu akhirnya naik dan naik smbil sesekli melemparkan senyumnya. Makin juh akhirnya lenyap di atas langit yang berwarna biru entah kemana.

Aku tersadar sedang duduk bersila diatas teras makam kedua putri itu.Sepi awang uwung.

Pekuburan kembali menjadi sepi.

Tak ada tanda kehidupan keculi pohon kmboja tumbuh amat suburnya.

Beberapa kuntum bunga bertebarab di atas tanah.Terasa teduh.

Dengan ojek yang sama aku melanjutkan perjalananku pagi itu untuk menikmati warisan berharga dari nenek moyngku.

Warisan itu berupa candi dan peninggalan lain yang bisa menjadi saksi bahwa nenek moyangku pernah manjadikan negeri ini adalah negeri besar dan terhormat, Mojopahit dan Trowulannya. [*]

No comments: